Berikut kutipan yang diambil dari Buku Menapaki Jejak Sang Misionaris karya Eddy Loke Rasi:
“Apakah engkau mengasihi AKU lebih daripada mereka ini ?” ini adalah kutipan dari percakapan Yesus dan Petrus yang menjadi tema perayaan Ekaristi Syukur atas Pesta Emas Imamatnya Pater Kurt Bard, SVD, yang jatuh pada hari minggu, tanggal 8 Desember 2013. Sepanjang 50 tahun perjalanan hidup panggilan sebagai imam, Pater Kurt telah mengatakan “Ya Tuhan dan Guruku, Engkau telah mengetahui bahwa aku sungguh mengasihi MU lebih dari mereka”. Jawaban ini tergambar jelas dalam seluruh “jatuh dan bangun“ perjalanannya sebagai Imam, Biarawan dan Misionaris bersama umat yang dilayaninya. Ketika menghadiri perayaan EMAS imamat Pater Kurt SVD, saya boleh mengatakan bahwa pater Kurt adalah Extraordinary Person.
Pater Kurt adalah generasi 520 misionaris Eropa yang menjejakkan kakinya dan berkarya seumur hidup di tanah misi, tanah Indonesia. Sampai saat ini Pater Kurt adalah satu dari delapan Misionaris SVD yang masih berkarya di Provinsi Ende.
Rumah Tinggi
Bicara soal rumah tinggi (rumah retret kemah tabor di Mataloko, persis berhadapan dengan seminari), Pater Kurt Bard, SVD adalah tokoh sentral yang melekat kuat di memori setiap orang apalagi saya.
Kemegahan bangunan rumah tinggi dan keheningan suasana tidak saja memberi keindahan dan ketenangan bagi mata dan hati para pengunjung/tamu, tapi juga menghadirkan kedamaian dan surga di tengah kota mataloko yang dingin dan beku itu.
Pater Kurt menyapa saya ketika saya tinggalkan lapangan seminari mataloko di suatu sore medio 1988. Tentu kaget dan terheran-heran saat Pater Kurt minta saya untuk ke kamarnya di rumah tinggi selepas saya mandi sore itu.
Pikiran saya sempat kacau dan mengganggu selama bermain dengan dinginnya air di kamar mandi unit B (waktu itu saya masih duduk di kelas persiapan bawah (KPB). Dipanggil pastor untuk menemuinya selalu menjadi momok bagi anak seminari karena pastor biasanya menggunakan cara pertemuan macam itu untuk menyampaikan sesuatu yang dianggap luar biasa (extraordinary) seperti DICEDOK (dikeluarkan) dari seminari karena sikap dan perilaku yang tidak layak sebagai calon pastor. Lebih banyak kemungkinan yakni BERI PERINGATAN KERAS.
Namun hati kecil (suara hati) berusaha menghibur. Kita sepertinya akan dapat hadiah, demikian hati saya membisik. Kaki makin ringan melangkah saat masuk kamar Pater Kurt karena beberapa pasang sepatu bola buatan Jerman berderet di atas meja persis menghadap ke arah pintu masuk. "Hans..silahkan pilih salah satu dari sepatu-sepatu ini," demikian Pater Kurt menyuruhku tanpa banyak celoteh. Pater memberi sepatu sambil senyum namun tetap diam. Waktu itu saya benar-benar merasakan SENYUM ternyata jauh lebih berarti ketimbang KATA-KATA.
Sepatu itu, merek Adidas berwarna hitam dengan tiga garis lintang putih, merubah cara bermain saya begitu ekstrim. Bermodal kuda-kuda yang kokoh, kaki mungil saya yang berotot bisa melesakkan bola sangat jauh, tentu membuat teman-teman tercengang.
Semenjak itu, saya makin akrab dengan Pater Kurt. Saya mamang populer semenjak masuk KPB (tamat SMP Batarende Wolosambi) justru karena perawakan saya yang paling kecil di antara sekitar 400 siswa seminari (KPB-SMA-KPA). Popularitas semakin terangkat tinggi karena saya piawai mengelola si kulit bundar di lapangan hijau dan jago main kulintang melodi.
Setiap masuk masa liburan, saya tidak langsung pulang ke rumah orang tua di Aewoe, Maumbawa, tapi memilih tinggal di rumah tinggi (bantu kerja di Pater Kurt) selama seminggu. Pagi hari berdoa bersama dengan seluruh karyawati/wan rumah tinggi, siang hari bantu kerja apa saja, makan siang bersama (satu meja dengan Pater Kurt), malam hari tidur sendiri di kamar mewah. Kadang saya diminta pater untuk belanja barang ke Ende. Kekerabatan saya dengan Pater Kurt berjalan hingga saya tamat di seminari.
Awal Kebencian
Setiap pulang ke Aewoe, Pater Kurt sendiri mengantar saya pake motor hondanya. Hubungan dengan ortu dan kakak (Neldis) dan adik-adik saya begitu mesrah dijalin oleh Pater Kurt.
Jauh dari pengetahuan saya, pertemuan dengan ortu dan keluarga saya ternyata menyedot begitu besar perhatian dan dukungan finansial Pater Kurt. Diam-diam, Pater Kurt ternyata telah mengantar Neldis masuk IKIP Malang dengan naik pesawat. Pater Kurt membiayai perjalanan ke Malang, membayar uang kuliah masuk, dan beban uang kuliah selanjutnya. Bapa dan mama bercerita haru tentang kebaikan Pater Kurt ini, selalu sambil nangis, setelah saya tamat seminari dan menjadi penganggur di rumah selama setahun.
Pater Kurt dalam diam berbuat kebajikan bagi banyak orang, terutama bagi keluarga yang sulit ekonominya. Beliau memilih membantu membiayai pendidikan anak dari keluarga sulit ini, karena keberhasilan anak yang disekolahkan ini menjadi sumber pengharapan baru bagi kehidupan keluarga di masa yang akan datang. Waktu itu, seingat saya, lebih dari 10 orang anak sekolah yang menjadi anak asuh Pater Kurt, tentu termasuk saya dan Neldis.
Saya mulai berpaling dari Pater Kurt, saat perasaan benci muncul setelah saya memergoki Pater Kurt bicara dengan ortu di rumah di Aewoe begini: "Hans tidak cocok jadi Pastor, dia kuliah saja.." Apa karena saya terlalu ganteng? Takut kalau sudah jadi pastor saya keluar (copot jubah)? Pertanyaan-pertanyaan ini masih terus saya tagih jawabannya hingga hari ini. Saya akan berusaha menemui lagi Pater Kurt untuk menanyakan hal ini.
Pater Kurt Bard, SVD, saya dan keluarga turut bangga dengan perayaan Pesta Emas Imamatmu..kami selalu merindukanmu dan berdoa selalu agar Tuhan Yesus Sumber Cinta dan Pengharapan senantiasa memberkati seluruh karya dan pengabdian Pater Kurt.
Hans Obor
Depok, Jawa Barat, 12 Desember 2013
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Pater Kurt Bard SVD, Rumah Tinggi, & Kebencian,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Pater Kurt Bard SVD, Rumah Tinggi, & Kebencian ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Pater Kurt Bard SVD, Rumah Tinggi, & Kebencian sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 5:30 PM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos