Periode kepemimpinan Nagekeo akan berakhir. Dengung suksesi kepemimpinan semakin menggema. Nama-nama kandidat mengemuka. Publik berusaha menyandingkan calon pemimpin yang satu dengan calon yang lainnya. Dijodoh-jodohkan. Kata ungkapan, jodoh ada tangan Tuhan, maka dalam urusan politik kita gubah menjadi “jodoh ada di tangan rakyat”. Maka hal ini lumrah dilakukan yang bertujuan untuk mendapatkan reaksi atau respon positif dari kalangan publik. Sekaligus mereka mendapatkan jawaban pasti terhadap pertanyaan; siapakah yang lebih berpeluang?
Nagekeo Baru
Masyarakat Nagekeo menginginkan Nagekeo baru. Nagekeo yang setingkat lebih baik dari periode sebelumnya. Entah, harapan masyarakat Nagekeo tersebut tertuju pada sosok pemimpin yang baru atau pemimpin lama yang diperbaharui kepemimpinannya, pada prinsipnya mereka menghendaki perubahan di sana.
Kerinduan masyarakat bukan tanpa alasan. Bukan pula kerinduan ini untuk pembenaran bahwa pemimpin yang sedang aktif gagal total. Tidak! Dalam banyak aspek, mereka telah membawa tidak sedikit perubahan. Hanya mungkin, semasa kemimpinan mereka, berbagai kasus atau masalah belum diselesaikan secara baik, benar dan tuntas. Artinya, mereka bekerja tetapi belum tuntas karena berbagai kondisi di lapangan.
Konflik Tanah
Masalah tanah merupakan persoalan yang paling pelik di Nagekeo. Sejumlah kalangan beranggapan masalah atau konflik tanah paling rentan sehingga membutuhkan keseriusan penanganan. Tentu harapan itu bertumpu pada pemimpin itu sendiri.
Terhambatnya pembangunan Bandara Surabaya II, akarnya masalah tanah. Konflik kepentingan. Pula soal asas keadilan sosial terkait dengan ganti rugi dan sebagainya.
Tekatung-katung penyelesaian pembebasan lahan waduk di Lambo juga merupakan pekerjaan rumah pemerintah setempat yang belum tuntas. Konflik kepentingan terjadi. Konflik horisontal pun meluas. Konflik vertikal pun memanas. Lagi-lagi ini persoalan tanah.
Lambo dan Surabaya II adalah dua PR besar bagi Pemda Nagekeo. Publik butuh status kejelasan. Dibangun atau dialihkan ke tempat atau lokasi baru.
Jaring Aspirasi
Kompleksitas persoalan di sana, masyarakat Nagekeo baik di daerah maupun di diaspora mengharapkan perubahan. Perubahan itu dimulai dengan pemimpin. Dan, Pilkada yang akan datang adalah tonggak momentum perubahan itu.
Pertanyaan, siapakah kira-kira pemimpin yang dapat memberikan garansi perubahan nyata? Dengan menyoroti berbagai kendala di Nagekeo, penulis untuk mengemukan beberapa guidelines bagi pemimpin yang akan memimpin Nagekeo ke depan.
Pertama, semua putra-putri yang didengungkan adalah yang terbaik. Tapi kita mencari yang terbaik di antara yang terbaik. Kita tidak perlu mendikotomikan calon pemimpin itu tinggal di daerah atau tidak. Kita tidak perlu memperdebatkan kelompok pejuang pemekaran atau bukan. Mempertentangkan petahana dengan bukan petahana. Tetapi, kita harus tegas bahwa siapa pun yang terjun ke Pilkada Nagekeo harus memiliki visi dan misi yang mulia. Memandang jabatan bupati dan wakil bupati bukan sebagai jalan untuk meraih kekuasaan (power) dan menjadi penguasa melainkan sebagai abdi atau pelayanan rakyat itu sendiri. Ingat kata-kata Ahok, kami hanya administrator yang bertugas untuk mengadministrasi keadilan sosial.
Kedua, siapapun calon yang didengungkan harus mampu mengidentifikasi segala persoalan di Nagekeo. Ia tidak hanya mengidentifikasi, ia harus mengantongi solusi untuk penyelesaian berbagai masalah tersebut. Selanjutnya, ia harus mampu memetakan skala prioritas penyelesaiannya. Bahwa nanti akan ada staf ahli, jajaran birokrasi yang bekerja atau memikirkannya, paling tidak sang pemimpin sudah memiliki konsep sendiri yang dapat meyakinkan publik untuk memilihnya.
Ketiga, dari sejumlah kasus di Nagekeo, masalah yang urgen penyelesaiannya adalah masalah tanah. Baik konflik tanah yang melibatkan Pemda dengan masyarakat maupun masyarakat dengan kelompok masyarakat yang lain. Untuk menyelesaikan masalah tanah kita merindukan pemimpin yang tegas. Pemimpin yang jauh dari conflict interests dari masalah tanah tersebut.
Yang menjadi soal jika pemimpin menjadi bagian dari tanah yang disangketakan itu. Maka seorang pemimpin akan sulit bertindak adil. Netralitas pemimpin dalam konflik tanah mutlak dan tidak ditawar-tawar. Hanya itu yang memungkinkan asas keadilan sosial yang merata jika pemimpin berdiri di atas semua kepentingan dengan masalah yang dihadapinya.
Keempat, dalam konteks yang sempit bupati/wakil bupati dapat bertindak sebagai “diplomat” karenanya mereka harus memiliki kemampuan diplomasi. Untuk mendapatkan aliran dana dari pusat perlu kerja keras dan kreativitas dari sang pemimpin. Pemimpin tidak bisa pasif dan menunggu dana itu datang. Ia harus mencari dana. Menjemput dan meyakinkan iklim usaha bagi para investor. Perlu langkah-langkah “diplomasi” atau lobi ke pemerintah pusat atau bargaining dengan pengusaha. Secara sederhana, selain tugas utama lain, bupati/wakil bupati bertugas mencari uang/investor untuk melakukan investasi di Nagekeo. Urusan birokrasi bisa berbagi peran dengan Sekretaris Daerah (Sekda).
Kelima, pemimpin harus berani melakukan inovasi dan terobosan sekalipun mendapat resistensi publik – asalkan tidak bertindak represif. Sebagai misalnya, jika Bandara Surabaya II tidak mendapat restu pemilik tanah, pemimpin Nagekeo harus berani mencari lokasi alternatif yang memungkinkan untuk pembangunan bandara. Kepemipinan harus gesit, reaktif dan cekat mengambil keputusan. Ia tidak tarik ulur pada lingkaran kepentingan yang pada akhirnya merugikan Nagekeo secara umum.
Ingat, pembangunan infrastruktur seperti bandara tidak selamanya terpusat di pusaran kota Mbay. Daerah pinggiran diberi peluang jika itu memungkinkan. Jika semua terpusat di kota, maka kelak Mbay hanya menjadi kota yang sumpek dengan perencanaan yang buruk. Belajar dari Jakarta dan Surabaya khusus soal bandara.
Terakhir, pemimpin Nagekeo kelak tidak muncul gebrakan hanya soal bagi-bagi jabatan eksektif di lingkungan birokrasi, tetapi tunjukan pula gebrakan program kerja pembeda dengan pemimpin sebelumnya. Soal ini, calon pemimpin Nagkeo harus belajar pada sosok Ahok. Belajar tidak harus magang. Buka saja youtube dan media online. Ahok dapat menjadi referensi kepemipinan yang layak. Dia mungkin memiliki kekurangan, namun kelebihannya melampaui kekurangannya.
Penutup
Masih banyak prasyarat lain terkait dengan kepemimpinan dan pemimpin di Nagekeo. Namun, melihat persoalan yang mengemuka di sana, saya menyodorokan beberapa point di atas layak dipertimbangkan oleh masyarakat Nagekeo untuk menentukan pemimpin yang akan datang. Mereka dapat saja memilih pemimpin baru. Bisa pemimpin lama, asalkan merubah gaya kepemimpinan dan menjamin perubahan yang lebih dasyat.
Nagekeo butuh figur yang bertindak cekatan, bertindak netral, memiliki inovasi (terobosan) dan memiliki visi jauh kedepan.
Nagekeo butuh pemimpin yang luar biasa, bukan yang biasa-biasa saja. Yang hanya mengikuti ritme birokrasi yang normatif, tetapi ia harus berani berjalan di luar kebiasaan untuk kemajuan dan kejayaan Nagekeo tercinta.
Nah, kira-kira siapakah yang layak memenuhi syarat ini? Ya, silahkan mencari dan menemukannya. ***(gbm)
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Mencari Sosok Bupati Nagekeo,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Mencari Sosok Bupati Nagekeo ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Mencari Sosok Bupati Nagekeo sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 9:49 AM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos