Oleh: Giorgio Babo Moggi
Saya pertama kali mengunjungi Bali ketika mengikuti rangkaian studi tour tahun 2000-an. Kami mengunjungi beberapa tempat seperti Nusa Dua, Kuta, Sukawati,Bedugul dan Bali Camp, Software House yang populer dengan produk perangkat lunak (yang merupakan titik utama kami).
Pengalaman pertama ini sungguh membekas dalam benak. Bali selalu memikat. Kemudian dua tahun lalu merupakan kesempatan kedua saya memijakan kaki di nusa Dewata. Sekitar 3 atau 4 kali saya melakukan perjalanan tugas di sini. Rasa puas belum juga terpenuhi. Hasrat itu selalu ada tersisa di hati. Saya rindu pada pesona alamnya. Budaya. Ritual agama dan budayanya. Gadis Bali yang berbalut kabayan, langkah tegap menjinjit sesajian. Anggun. Cantik.
Para ria Bali, tampan rupawan berbusana adat. Mereka mengenakan busana tradisional kebanggaanya. Sesuatu pemandangan yang terjadi di daerah lainnya, banyak remaja atau pemuda-pemudi malu mengenakan busana daerah pada event-event tradisional.Mereka takut dibilang kuno. Tidak modern. Barangkali di Jakarta, jika ada teman yang berbusana adat, malah dibilang mau ke kondangan ya. Ada banyak rupa komentar yang melunturkan apresiasi remaja pada busana tradisional. Pengecualian di Bali. Itu pengamatan saya. Bisa benar. Bisa keliru.
Momentum mengunnjungi Bali tak pernah berhenti di situ. Awal April lalu, saya mendapatkan e-mail yang menginsformasikan bahwa Pre Departure Training akan diadakan di Bali. Saya luar biasa senang. Hasrat saya untuk menikmati Bali lebih lama jika dibandingkan dengan pengalaman sebelumnya.Enam bulan bukanlah waktu yang singkat, bukan pula waktu yang lama. Ruang waktu yang cukup bagi saya menjelajah Bali yang telah lama saya jatuh cinta ini.
Ketika liburan lebaran tiba, saya dan teman-teman jelajah beberapa titik tourist destination yang atraktif. Kuta Beach, Tanah Lot Temple, Dream Land Beach, Bedugul, Kintamani, Ubud dan lain-lainnya kami jelajahi. Ada rasa bangga dan puas dalam pertulangan kami. Kami sudah melupakan kerinduan pada Bali.
Sepanjang perjalanan, saya mengamati alam Bali sama indahnya dengan alam Flores. Flores memiliki pantai yang indah, hampir dimiliki seluruh kabupaten. Danau Kelimuti yang wonderful, danau Ranamese dan Sano Nggoang yang tenang menghanyutkan. Binatang mamalia Komodo dari jaman purbakala. Komodo Riung yang unik, ramping dan seksi. Waterfall yang menguntai bagaikan tirai putih di Sanonggoang, Malanuza dan Ngabatata.
Sea Park Riuang dan Sikka, bagaikan akurium yang tertata. Traditional event, Whales Hunting, Etu di Nagekeo dan Ngada yang memicu darah muda untuk berkelahi, menarik perhatian gadis-gadis yang menyaksikan. Kampung eksotik di Bena.Air panas di Soa. Situs-situs sejarah yang belum diexplore secara baik. Masih banyak lagi tourist destination objects yang menarik belum diidentifikasi dan dikenal secara luas. Lalu apa yang membedakan Bali dan Flores?
Keindahan alam Flores tidak kalah menarik. Setingkat bahkan lebih. Perbedaannya pada pengelolaan dan mind-set local dan regional goverments. Mereka belum melihat pariwisata sebagai leading sector dalam pembangunan. Potensi kita miliki, tapi kita sia-siakan potensi itu. Bagi pemerintah Bali, pariwisata adalah hidupnya. Karena itu setiap kabupaten memiliki obyek yang dapat menarik kunjungan sehingga memberikan peluang sebanyak mungkin bagi visitors untuk mengunjunginya.
Untuk menjelajah Bali sehari sangat tidak mungkin dilakukan. Minimal 3 atau 4 hari untuk menjelajahnya. Semakin lama tourists bertahan, semakin banyak uang yang keluarkan untuk berbagai kebutuhan mereka. Semakin besar pula income penjual jasa. Semakin kaya sebuah kabupaten yang diperoleh kontribusi dari pajak.
Tentu kita tidak bisa mengubah Flores menjadi Bali dalam tempo yang singkat. Dari segi usia sejarah pariwisata Bali sudah lama sekitar tahun 1800-an yang lalu. Perjalanan sejarah yang panjang yang menjadikan Bali terkenal seantero dunia. Komitmen pemerintah dari satu pemimpin ke pemimpin yang lain pada sektor pariwisata merupakan hal yang harus ditiru oleh pemerintah kita. Pergantian pemimpin boleh berganti program kerja, tetapi tidak untuk bidang pariwisata.
Itu modal kita. Potensi itu ada. Berbicara pariwisata tidak bisa dalam konteks Nagekeo (satu kabupaten saja), harus dalam konteks Flores yang lebih luas. Jika dalam konteks Flores, maka Nagekeo (suatu kabupaten) juga harus bersinergi dengan kabupaten lain di daratan Flores. Secara tertegas dikatakan bahwa harus sinergisitas program pariwisata antar kabupaten se- Flores.
Semua kabupaten harus memiliki harus memiliki tujuan yang sama, bagaimana 'memaksa' tourist bertahan minimal seminggu untuk menjelajahi Flores dari ujung Barat ke ujung Timur.Bentuk pemaksaannya adalah menyediakan titik-titik obyek pariwisata bagi para tourists.
Saya pernah bertanya pada diri saya, mengapa kaos Joger tidak dijual bebas di kota-kota besar di Indonesia. Mengapa jumlah pembelian dibatasi? Kemarin saya menemukan jawaban pada sebuah tulisan yang dibingkai pada salah satu dinding Outlet Jogger di Kuta. Ternyata, cita-cita Mr. Jogger sederhana saja, jika dia buka outlet di luar Bali, maka orang tidak mau kunjung Bali. Pembatasan pembeli dimaksudkan untuk mencegah pembeli yang memperjual belikan karyanya di luar Bali.
Artinya itu angka kunjungan Bali menurun. Demikian halnya bagi pemerintah-pemerintah Flores, jika komodo sudah tersebar di berbagai kebun datang, artinya orang tidak perlu lagi ke pulau Komodo. Kita memiliki nama besar karena komodo dari daerah kita, tetapi nihil di aspek income. Dan kita melihat, masalah komodo sebagai masalah pemerintah Manggarai Barat, tidak melihat masalah Flores secara keseluruhan.
Berbicara tourisme tidak hanya tentang international tourists, juga domestic tourists. Bali mampu melakukannya! Angka kunjungan turis internasional dan domestik terus meningkat. Daya magnetis Bali memang luar biasa. Orang yang pernah ke sini, selalu ada kerinduan untuk kembali. Flores juga bisa. Kenapa tidak! Hal ini terjadi jika pemerintah bahu membahu untuk memprogramkan Flores sebagai daerah kunjungan wisata setelah Bali dan Lombok.
Mari kita wujudkan Flores yang sudah indah dari namanya, Flores alias bunga atau flower, menjadi daya pikat/magnetis bagi para tourist. Ini pekerjaan besar bagi para calon pemimpin dan pemimpin sekarang yang ada di di Flores, termasuk Nagekeo.
Pembangunan yang sesungguhnya adalah pembangunan yang bersifat atomistik (Nagekeo) tetapi berdampak holistik (Flores). ****
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Daya Magnetis Bali yang Memikat Visitor,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Daya Magnetis Bali yang Memikat Visitor ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Daya Magnetis Bali yang Memikat Visitor sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 4:39 PM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos