From World for Nagekeo
Headlines News :
Home » » MK Langgengkan Kesalahan KPUD

MK Langgengkan Kesalahan KPUD

Written By Unknown on Wednesday, August 7, 2013 | 8:21 AM


Meningkatnya pengaduan sengketa pilkada ke Mahkamah Konstitusi (MK) menunjukkan tingginya kepercayaan masyarakat terhadap lembaga ini. Tapi, bila hasil kerjanya tidak optimal, pengadilan dilakukan sambil lalu, apalagi hakimnya "masuk angin", lembaga terhormat ini justru melanggengkan kesalahan Komisi Pemiluhan Umum Daerah (KPUD) sekaligus mendegradasi dirinya.

Adalah tugas MK untuk menangani kasus dan sengketa konstitusi, apakah itu judicial review atau peninjauan kembali undang-undang maupun sengketa pemilukada. Pada era Mahmud MD sebagai ketua MK, lembaga ini acap mengambil keputusan yang mencengangkan publik. Karena lembaga ini mampu menyelami substansi persoalan dan mengambil keputusan secara adil.

Kini, para pengamat mengkhawatirkan dua hal di tubuh MK. Pertama, jadwal perkara yang ditangani MK didominasi oleh sengketa pemilukada. Lebih dari 60% perkara yang ditangani lembaga ini adalah sengekata pemilukada dari Sabang sampai Marauke. Lobi Gedung MK di Jl Merdeka Barat, saban hari, dipenuhi oleh orang-orang daerah yang mengurusi sengketa pemilukada.

Pada tahun 2012, sebanyak 77 daerah melaksanakan pemilukada, terdiri atas 6 pemilukada provinsi, 18 pemilukada kota, dan 53 pemilukada kabupaten. Dari jumlah ini, sengketa pemilukada yang diajukan ke MK berasal dari 4 provinsi, 12 kota, dan 43 kabupaten. Dengan demikian, pada 2012, sebanyak 59 pemilukada atau 76,62 persen sengketa pemilukada diajukan ke MK.

Indonesia terdiri atas 33 provinsi, 497 kabupaten/kota (398 kabupaten, 93 kota, satu kabupaten administrasi dan 5 kota administrasi), 6.487 kecamatan, dan 76.613 kelurahan dan desa. Pada tahun 2010, Indonesia menggelar pemilukada 244 kali setahun atau setiap 1,5 hari satu pemilukada. Pada tahun 2011, digelar 87 pemilukada dan pada 2012 73 pemilukada, rata-rata 5 hari sekali digelar pemilukada.

Mungkin perlu dipikirkan penguatan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) sebagai pihak yang paling tinggi dan kredibel dalam penyelesaian sengketa pemilukada. Kedua badan inilah yang menyelesaikan sengketa pemilukada, apakah memberikan sanksi kepada para komisioner atau pun pemilukada ulang. Seleksi bagi para ketua, komisioner, dan pengurus KPU lebih diperketat. Begitu pula seleksi bagi pimpinan Bawaslu dan DKPP. Mereka harus terdiri atas figur yang tidak bisa "ditembus" lobi politik dan kekuatan uang.

Sengketa pemilukada tidak saja soal hasil perhitungan suara, tapi, terlebih-lebih proses yang tidak mengikuti aturan, norma, dan standar KPU. Semua pihak harus menyadari bahwa counting manipulation atau manipulasi suara jauh lebih dahsyat dampak kerusakannya daripada money politics atau politik uang. Pemilih bisa saja menerima uang namun tidak memilih kandidat yang memberi uang. Sedangkan pada manipulasi suara, KPUD yang tidak netral --berpihak pada satu kandidat-- bisa dengan leluasa merekayasa sistem untuk memenangkan calon tertentu. Penggunaan fotokopi C1 KWK pada pemilukada Nagekeo merupakan contoh sangat jitu untuk menerangkan dahsyatnya dampak counting manipulation.

Dengan solusi seperti ini, MK lebih berkonsentrasi pada upaya meninjau ulang semua produk hukum --mulai dari UU hingga peraturan daerah-- yang tidak sesuai bahkan bertentangan dengan UUD. Masalah utama Indonesia adalah masalah tumpang tindihnya hukum. Terlalu banyak prduk hukum yang saling bertabrakan, khususnya anar-UU yang bersifat lex speasialis. Dengan memberi waktu untuk urusan pengujian produk hukum dan reformasi hukum, MK menjadi lebih bermartabat.

Kedua, akibat banyaknya kasus sengketa pemilukada, para hakim MK tidak bekerja optimal. Para hakim tidak punya cukup waktu untuk mendalami masalah secara cermat. Terkesan, pemeriksaan hanya formalitas. Apalagi para hakim tidak steril dari pengaruh kekuatan politik dan uang. Sejumlah hakim berasal dari orang partai, yang tentu saja mengalami benturan kepentingan dalam memutuskan perkara.

Dalam dua pekan terakhir, harian ini memberitakan secara rutin sidang di MK tentang gugatan tiga pasangan cabup-cawabup Kabupaten Nagekeo, NTT tentang pelanggaran dan penipuan terencana, terstruktur, dan masif yang dilakukan KPU Nagekeo pada pemilukada di Nagekeo, NTT, 8 Juli 2013. Pengugat, lewat pengacaranya, meminta MK membatalkan hasil pemilukada yang menyimpang dari peraturan dan menggelar pemilukada ulang.

Dalam persidangan, hakim tidak mengajukan pertanyaan yang menggali masalah. Pertanyaan yang diajukan bahkan terkesan menekan saksi-saksi berpendidikan minim yang datang dari perdesaan. Hakim hanya berpatokan pada perolehan suara. Tidak menelaah lebih jauh lewat bukti-bukti bahwa pelanggaran terhadap peraturan, norma, dan standar KPU dalam penyelenggaraan pemilukada justru mempengaruhi hasil pemilukada secara signifikan.

Dalam amar keputusannya, MK menolak permohonan penggugat untuk membatalkan hasil pemilikada putaran pertama dan menggelar pemilukada ulang di Nagekeo. MK menilai gugatan pemohon tidak didukung fakta yang kuat. Para pengamat menilai, keputusan ini tidak lahir dari sebuah kerja yang optimal dan independen.

Pertama, MK hanya memperhatikan selisih suara di sebuah TPS serta model BC KWK dan DA1. Selisih suara di TPS ini memang hanya 30. Tapi, temuan ini merupakan dampak dari penggunaan dokumen C1 KWK fotokopi. Pada model BC KWK, tertera tulisan Kabupaten Sikka, bukan Kabupaten Nagekeo. Sedang pada DA1 KWK tertulis Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, bukan Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati. MK berpendapat, tingginya pemilih yag datang mencoblos membuktikan bahwa pemilukada sah adanya.

Kedua, MK gagal memperoleh keterangan lengkap dari pemilik fotokopi yang dihadirkan oleh pemohon di sidang sebagai saksi. Pertanyaan yang diajukan di sidang tidak mampu mengorek informasi objektif.

Ketiga, pemohon memberikan bukti lengkap C1 KWK fotokopi dari para saksi di semua TPS. MK tidak layak meminta C1 KWK yang asli dari pemohon, melainkan dari para komisioner KPU Nagakeo. Tapi, itu tidak dilakukan. MK mengabaikan pentingnya C1 KWK dalam penyelenggaraan pemiliukada. Jika C1 KWK dibiarkan dalam bentuk fotokopi --yang bisa dengan mudah digandakan dan digantikan--, hasil perolehan suara bisa dengan mudah dimanipulasi.

Keempat, MK mengabaikan semua keteragan ahli yang dihadirkan pemohon.
Ahli meminta MK tidak membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (prosedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice) apabila pelanggaran itu nyata-nyata merupakan pelanggaran konstitusi dan melanggar asas-asas pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945).

Barang bukti dan saksi menunjukkan, penyimpangan pada pemilukada Nagekeo memenuhi kriteria terstruktur, sistematis, dan masif. Terstruktur karena penyimpangan melibatkan para komisioner KPUD beserta jajarannya hingga ke KPPS. Sistematis karena pelanggaran dilakukan dengan niat dan perencanaan matang. Masif karena kesalahan terjadi di semua TPS, bukan aksi individual yang terjadi secara sporadis. Pelanggaran ini membuat pemilukada tidak kredibel dan berintegritas. Pembiaran terhadap pelanggaran berat ini akan mendegradasi pemilukada dan membuat pemilukada kehilangan arti bagi rakyat.

Kita sepakat dengan ahli bahwa proses pemilukada yang tidak mengikuti prosedur baku KPU dan penggunaan logistik yang tidak sesuai norma standar KPU membuat hasil pemilukada tidak bisa dipercaya. Dengan proses pemilukada yang menyimpang dan penggunaan logistik yang tidak standar, maka hasil pemilukda tidak relevan lagi untuk dibicarakan. Pemilukada harus diulang.

Lima komisioner KPUD Nagekeo sudah dipecat oleh Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) karena mereka terbukti tidak beretika dalam menyelenggarakan pemilukada. Keputusan DKPP itu dijatuhkan sehari setelah keputusan MK yang menolak permohonan penggugat. Keputusan DKPP menunjukkan bahwa KPUD Nagekeo memang tidak kredibel dalam menyelenggarakan pemilukada dan karenanya hasilnya pun tidak kredibel. Tapi, keputusan MK akan melanggengkan kesalahan KPUD sekaligus mendegradasi kualitas MK sendiri.

Para penyelenggara negara hendaknya memberikan perhatian lebih besar pada seleksi calon pemimpin daerah, para gubernur dan bupati dan walikota. Proses pemilukada harus dilakukan dengan benar. Kesalahan tidak perlu harus masif. Cukup satu saja kesalahan, pemilukada harus diulang. Hanya dengan begitu, KPUD tidak bisa "main mata" dengan kandidat tertentu. Dengan persyaratan yang lebih ketat, KPUD mampu menghasilkan pemimpin yang berintegritas dan kredibel.

sumber: Suara Pembaruan

Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul MK Langgengkan Kesalahan KPUD,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda . Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel MK Langgengkan Kesalahan KPUD ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link MK Langgengkan Kesalahan KPUD sebagai sumbernya.

Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::

Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 8:21 AM
Share this post :

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Nagekeo Pos

 
Admin: Hans Obor | Mozalucky | Nagekeo Bersatu
Copyright © 2013. NAGEKEO POS - All Rights Reserved
Thanks To Creating Website Modify and Used by Nagekeo Bersatu
Proudly powered by Blogger