Manipulasi suara (counting manipulation) pada pilkada Nagekeo, 8 Juli 2013, dilakukan secara sistematis, terstruktur, dan masif. Modus lengkapnya nanti diungkapkan auditor independen. Dari berbagai informasi yang diperoleh, manipulasi suara pada pemilukada Nagekeo, 8 Juli 2013, kurang lebih sebagai berikut.
Pada manipulasi perhitungan suara yang sistematis (datang dari niat dan perencanaan matang), terstruktur (melibatkan struktur KPUD, dari komisioner hingga KPPS), dan masif (terjadi di semua TPS), surat suara tak terpakai bisa dengan mudah dicoblos untuk pasangan tertentu. Surat suara pasangan yang hendak dikalahkan diambil dan dirusak atau dimusanahkan.
Manipulasi suara dilakukan dengan sangat sistematis. Sejak awal, sejumlah dokumen penting KPUD untuk pemilukada Nagekeo dirancang untuk mudah digandakan dan diubah. Formulir C1 KWK, dokumen yang menjadi pegangan saksi, hanya berupa fotokopi yang mudah digandakan dan digantikan. Sejumlah prosedur penting untuk pelaksanaan pemilukada yang akuntabel dan kredibel dilanggar. Manipulasi suara menjadi sangat optimal karena kombinasi surat suara tidak terpakai yang tercecer, C1 KWK fotokopi, sejumlah dokumen yang tidak standar dan salah, serta proses pemilkada yang melanggar prosedur.
Seperti kata Joseph Stalin, sekretaris umum Partai Komunis jelang pemungutan suara untuk memperebutkan kursi ketua umum Partai Komunis Uni Soviet yang ditinggalkan Lenin, 1924, kemenangan pemilu tidak ditentukan oleh dukungan pemilih, melainkan pihak yang memegang otoritas perhitungan suara.
Jelang hari coblos, seorang pembantu setia Joseph Stalin menyampaikan informasi penting kepada pemimpinnya, "Tuan. Lawan kita kuat sekali. Kita bakal kalah telak." "Oh, tenang, tenang, Bung. Menang-kalah tergantung pada siapa yang memegang penghitungan suara," kata Stalin. Sejarah mencatat, Stalin mengalahkan Trotskoy, lawan beratnya dari sayap kiri Partai Komunis.
Cara Stalin ini menginspirasi banyak negara berkembang, termasuk KPUD Nagekeo.
A. Surat Suara
1) Surat suara dicetak sebanyak DPT Nagekeo (84.000) plus 2,5% (3.000) dari DPT. Total surat suara yang dicetak mencapai 87.000.
2) Surat suara ini didistribusikan ke 239 TPS di 7 kecamatan.
3) Pada tanggal pemungutan suara, 8 Juli, yang datang coblos sekitar 69.000. Mestinya ada sisa surat suara 18.000. Tapi, anehnya, di beberapa TPS ada kekurangan surat suara, antara lain di TPS Anakoli, Wolowae. Mungkin distribusi surat suara dilakukan serampangan. Tidak dihitung secara proporsional.
4) Sesuai aturan, surat suara yang tak terpakai dikembalikan ke kantor KPUD bersama surat suara lainnya. Jadi, yg dikembalikan ke kabupaten bukan hanya surat suara sah, tapi juga suara tidak sah, ssurat uara rusak, dan suara tak terpakai.
5) Untuk mengecek, apakah semuanya berjalan sesuai aturan maka:
a) Periksa order cetak ke pihak percetakan. Apakah order cetak sesuai kebutuhan atau melebihi kebutuhan. Apakah benar, pencetak surat suara dan dokumen lainnya adalah PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk, perusahaan yang terletak di Sidoarjo, Jatim?
b) Apakah sebelum dicetak, dumny surat suara dibahas bersama para kandidat dan Panwaslu dalam sebuah rapat pleno? Dengan posisi foto tujuh kandidat dalam surat suara yang horizontal dua muka, bukan vertikal sesuai aturan, jelas dumny surat suara diputuskan tanpa melibatkan kandidat.
c) Apakah saat suara tiba, ada pihak yang mengecek jumlahnya untuk memastikan tidak ada kekurangan maupun kelebihan, tidak ada tulisan yang salah, dan sebagainya. Jika kelebihan, berapa kelebihan, begitu pula sebaliknya. Apakah ada pengawas KPUD yang bertanggung jawab terhadap surat suara dari percetakan hingga pendistribusian?
d) Apakah surat suara tak terpakai sudah dihitung kembali bersama surat suara tak sah, surat suara rusak, dan surat suara sah?
6) Surat suara tak terpakai yang mencapai 18.000 bukanlah angka kecil. Pemeriksaan yang jujur dan transparan sesuai dengan SOP KPU sangat penting guna memastikan bahwa surat suara tidak dimanipulasi aparat KPUD untuk paket tertentu.
7) Jika SOP tidak dipatuhi, maka tak ada jaminan surat suara tak terpakai yang mencapai 18.000 itu, sebagian atau seluruhnya, tidak dicoblos untuk kandidat tertentu. Untuk menjaga agar jumlah surat suara tak terpakai sama dengan yang datang ke TPS, bisa jadi ada surat suara yang dimusnahkan. Surat suara yang tidak sesuai skenario diambil dan dibuang, digantikan dengan surat suara yang sudah dicoblos untuk kandidat tertentu.
Ini semua akan jelas pada hasil audit yang dilakukan oleh auditor independen. DPRD II Nagekeo berencana meminta auditor independen untuk melakukan audit komprehensif.
B. Logistik yang Tidak Standar
Pertama, form C1 KWK dan lampirannya tidak menggunakan kertas berpengaman seperti yang disyaratkan Peraturan KPU. Semua form C1 KWK dan lampirannya menggunakan kertas fotokopi. Langkah ini membuka peluang bagi pasangan yang sudah mengetahui informasi untuk melakukan manipulasi suara. Terdapat indikasi sangat kuat bahwa pasangan calon tertentu sudah mengetahui terlebih dahulu peluang manipulasi.
Formulir C1 KWK sangat penting perannya karena dokumen ini berisi perolehan suara para kandidat yang menjadi pegangan para saksi dan KPPS.
Untuk memastikan mana C1 KWK fotokopi dan mana yang asli, KPUD dan percetakan dipersilakan menunjuknya. Di persidangan MK, para hakim tidak meminta yang asli dari KPUD dan percetakan, sehingga terkesan pemeriksaan tidak serius bahkan hakim terhormat kemungkinan "masuk angin". C1 KWK tidak mungkin bisa ditunjukkan oleh pemohon karena memang tidak beredar pada pemilukada. Para saksi tidak menemukan C1 KWK yang asli, termasuk dua aparat KPUD --yakni petugas PPK dan KPPS-- yang berani tampil sebagai saksi.
Kedua, dokumen C2 KWK yang berisi data awal perhitungan suara juga menggunakan kertas tidak standar. Ada pegawai pemda Nagekeo yang menerima order cetak C2 KWK.
Ketiga, pada form BC KWK KPU --surat berisi nama pasangan calon yang merupakan pemberitahuan kepada para pemilih-- tertulis Kabupaten Sikka, bukan kabupaten Nagekeo. Kesalahan yang hampir serupa terjadi pada formulir D1 dan DA1. Di formulir DA1 tertulis Pilgub NTT. Bukan Kabupaten Nagekeo.
Keempat, tata letak foto para calon pada surat suara tidak sesuai BC KWK. Foto para calon yang lebih dari lima pasang mestinya diletak memanjang vertikal seperti di BC KWK. Tapi, pada surat suara, foto para calon diletakkan horizontal. Ini menyalahi aturan baku KPU.
C. Indikasi Tindak Pidana Korupsi dan Persekutuan Jahat
Pertama, pengadaan surat suara pilkada Nagekeo dan berbagai dokumen penting tidak berdasarkan tender, melainkan penunjukan langsung dan prosesnya tidak transparan. KPUD menunjuk percetakan yang tidak kredibel agar bisa "diatur". Sebagian dokumen, yakni formulir C1 KWK dan lampirannya adalah fotokopi yang diproduksi sebuah pengusaha fotokopi dekat kantor KPUD Nagekeo. Lewat auditor independen akan diketahui pencetak surat suara dan semua dokumen KPUD untuk pemilukada Nagekeo.
Kedua, ada indikasi korupsi yang dilakukan para komisioner KPUD. Pengadaan kertas suara dan berbagai dokumen penting jauh di bawah standar. Sedang biaya pilkada mencapai Rp 11,5 miliar. KPUD harus membuktikan pengeluaran secara audited. Tidak terlalu sulit untuk menghitung biaya fotokopi C1 KWK dan sejumlah dokumen penting.
Ketiga, pada rapat pleno di level kabupaten, 14 Juli 2013, sampul surat suara dari Kecamatan Keo Tengah tidak lagi memiliki segel. Kuat dugaan, komposisi perolehan suara sudah diubah. Pelanggaran ini diakui para komisioner dalam berita acara. Hasil audit akan mengungkapkan jumlah sampul dan segel yang dipesan dari percetakan. Sangat boleh jadi sampul dan segel yang dipesan jauh melebihi kebutuhan agar bisa dimanipulasi.
Keempat, KPUD tidak menyerahkan SK Sebagai Pasangan Cabub-Cawabub Nagekeo yang Lolos Seleksi KPUD kepada para kandidat. Ada indikasi kuat, hal itu bukan sekadar kealpaan, melainkan kesengajaan untuk mencegah pasangan yang dirugikan menempuh jalur hukum. SK Penetapan Calon yang Lolos ke Putaran Kedua Pilkada Nagekeo juga tidak diberikan kepada para kandidat. Ini tentu berdasarkan perencanaan matang untuk menjegal calon yan tidak puas mendaftarkan perkara ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Meski gugatan tiga pemohon ditolak MK, upaya mencari keadilan akan terus dilakukan. Dari rangkaian persidangan dan putusan, terlihat MK tidak serius menangani perkara, gagal menggali kebenaran, mengabaikan fakta persidangan, dan terkesan "masuk angin". Upaya mencai keadilan terus dilakukan.
Kelima, ketua tim sukses pasangan calon yang diuntungkan adalah mantan sekretaris KPUD Ngada dan saat ini, anaknya menjadi pegawai di KPUD Nagekeo. Nagekeo adalah kabupaten baru yang dimekarkan dari Kabupaten Ngada, 2007. Hubungan keluarga seperti itu memungkinkan insider information yang hanya menguntungkan pasangan calon tertentu seraya merugikan pasangan calon lainnya.
Keenam, setelah surat gugatan tiga paket calon kasus ini diterima MK, 17 Juli 2013, para komisioner membongkar kotak suara pada 20 Juli 2013. Tidak jelas maksud para komisioner itu. Yang pasti, perhitungan suara sudah selesai dan kasus pelanggaran sudah didaftarkan ke MK.
D. Keterangan Saksi di MK
a. Paskalis Taumai, pemilik fotokopi di Mbay, ibukota Nagekeo.
Ia mengakui, pihaknya mendapat pesanan fotokopi model C1 KWK dan lampirannya, juga D1 dan DA1, yang semuanya mencapai dari 29.000 lembar. Order fotokopi itu disampaikan pegawai sektetariat KPUD dan seorang komisioner KPUD selama periode Juni hingga 7 Juli 2013.
b. Herman Yoseph Pasrani, panitia pemilihan kecamatan (PPK) Kecamatan Wolowae.
Ia mengakui, sebagai PPK, pihaknya diperintahkan memperbanyak formulir DA1 lewat softcopy yang diserahkan oleh KPUD. Ia juga menerima fotokopi C1 KWK. Meski menurut aturan ia tidak boleh menjadi saksi bagi pemohon karena ia adalah aparat KPUD (termohon), ia tetap memilih memberikan kesaksian demi menegakkan kebenaran dan keadilan apa pun risikonya.
c. Anwar Bali, anggota kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS), Kelurahan Natanage, Kecamatan Boawae.
Ia mengakui menerima C1 KWK berupa fotokopi dan formulir BC KWK yang bertuliskan Kabupaten Sikka. Seperti Herman, ia juga aparat KPUD. Tapi, rela menanggung semua risiko demi menegakkan kebenaran dan keadilan apa pun risikonya.
e. Flavianus Batu, saksi pasangan Johanes Don Bosco-Gaspar Batubata di TPS II Oewoe, Kecamatan Mauponggo.
Ia mengaku, dirinya "diambil" Senin (8/7) malam sekitar pukul 22.000 WITENG oleh petugas KPUD Kecamatan untuk diminta menurunkan perolehan suara pasangan Johanes Don Bosco Do-Gaspar Batubata yang lazim disebut Paket DOA. Ia menolak menurunkan angka perolehan suara DOA dari 144 menjadi 114.
f. Marselinus Lemara adalah sekretaris tim sukses pasangan Johanes Don Bosco-Gaspar Batu Bata.
Ia memberikan kesaksian bahwa C1 KWK semuanya fotokopi. Model DA1 KWK juga fotokopi dan pada dokumen ini tertulis Pasangan Calon Gubernur dan Wakil Gubernur, bukan Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati. Penurunan suara pasangan Johanes Don Bosco-Gaspar Batubata di TPS II Aewoe, Mauponggo dari 144 ke 114 merupakan salah satu bukti manipulasi suara akibat C1 KWK fotokopi yang mudah digandakan dan diubah.
Ia menjelaskan juga pada BC KWK tertulis Kabupaten Sikka, bukan Kabupaten nagekeo. Pada pleno 14 Juli 2013, sampul surat suara dari Kecamatan Keo Tengah dalam kondisi terbuka dan tidak bersegel.
g. Saksi Ahli Refly Harun
KPUD Nagekeo sudah melakukan pelanggaran sistematis, terstruktur, dan masif dalam penyelengggaraan pemilukada Nagekeo, 8 Juli 2013. Lembaga negara ini dengan sengaja menggunakan logistik pemilu yang tidak asli, tidak standar, bahkan yang salah dalam melaksanakan pemilulkada. Tindakan KPUD Nagekeo nyata-nyata salah dan tidak memiliki dasar pembenar. Dengan kondisi logistik seperti itu, seharusnya pemungutan suara ditunda sampai tersedianya logistik yang telah ditentukan sesuai aturan.
Dia menegaskan, mengulang pemungutan suara berdasarkan kepatuhan terhadap kerangka hukum pemilu yang ada merupakan langkah adil untuk menjaga integritas pemilukada. Kepatuhan terhadap hukum dan penegakan peraturan pemilu merupakan salah satu dari 15 syarat pemilu demokratis sesuai standar internasional. Dalam pemilukada Nagekeo, KPUD Nagekeo sudah melakukan pelanggaran terhadap peraturan dan norma standar KPUD.
Perbuatan tersebut dilakukan secara sistematis, karena dilakukan secara sadar dan tidak dalam kondisi force majeure atau kondisi darurat. Dilakukan secara terstruktur karena pelakunya para komisioner KPUD sendiri yang disebarkan kepada jajaran di bawahnya. Juga dilakukan KPUD secara masif karena terjadi di semua TPS.
Menurut ketentuan KPU, sebuah pelanggaran disebut bersifat sistematis jika pelanggaran benar-benar dilakukan secara matang. Pelanggaran bersifat terstruktur jika pelanggaran ini dilakukan oleh aparat struktural, baik aparat pemerintah maupun aparat penyelenggara pemilukada secara kolektif, bukan aksi individual. Pelanggaran dinilai masif jika dampak pelanggarannya sangat luas dan bukan sporadis. Dalam pilkada Nagekeo, semua unsur ini terpenuhi.
Perbuatan KPUD telah mencederai prinsip atau standar pemilu yang demokratis, atau dalam bahasa UUD 1945 disebut "pemilu luber dan jurdil’". Tindakan KPUD telah melanggar beberapa asas yang harus ditaati penyelenggara pemilu seperti asas kepastian hukum, tertib, dan profesionalitas seperti tertuang pada pasal 2 UU No 15/2011 tentang Penyelenggaraan Pemilu.
Selama ini, ada kecenderungan bahwa pelanggaran terhadap kerangka hukum pemilu dibiarkan sepanjang tidak dapat atau gagal dibuktikan berpengaruh langsung terhadap hasil pemilukada. Hal ini memberikan pesan kepada penyelenggara pemilu bahwa tidak apa-apa melanggar kerangka hukum pemilu sepanjang tidak dapat atau gagal dibuktikan mempengaruhi hasil pemilukada secara langsung. Membiarkan tindakan tersebut tanpa koreksi merusak tatanan penyelenggaraan pemilukada.
MK diminta tidak boleh membiarkan aturan-aturan keadilan prosedural (prosedural justice) memasung dan mengesampingkan keadilan substantif (substantive justice) apabila pelanggaran itu nyata-nyata merupakan pelanggaran konstitusi dan melanggar asas-asas pemilihan umum yang bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil (Pasal 22E Ayat (1) UUD 1945)
Ia juga menegaskan, tidak seorang pun boleh diuntungkan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukannya sendiri dan tidak seorang pun boleh dirugikan oleh penyimpangan dan pelanggaran yang dilakukan oleh orang lain (nullus/nemo commodum capere potest de injuria sua propria). Penyimpangan seperti ini tidak boleh dibiarkan.
Penyimpangan yang terjadi pada pemilukada Nagekeo bukan karena kelalaian, tetapi kesengajaan. Berbagai bukti yang saya terima menunjukkan bahwa ada masalah netralitas dengan KPUD karena pelanggaran dilakukan sistematis, terstruktur, dan masif. Karenanya tidak ada relevansi bicara hasil perhitungan suara dari sebuah proses pemilukada yang tidak kredibel. Pemilukada Nagekeo harus diulang dengan menerapkan semua ketentuan yang berlaku agar hasilnya kredibel dan berlegitimasi.
Tidak Beretika dan Tidak Kredibel
Pilkada Nagekeo, 8 Juli 2013, diikuti tujuh pasangan calon, yakni Piet Nuwa-Lorens Pone, Theofilus Woghe-Ahmad Daeng , Elias Jo-Paul Nuwa, Lukas Tonga-Os Jua, Johanes Don Bosco-Gaspar Batu Bata, Wolly Lena-Rikard Wawo, dan Servas Podhi-Ibrahim Jusuf. Pada pleno 14 Juli, pasangan Elias Jo-Paul Nuwa dan pasangan Servas Podhi-Ibrahim Jusuf diputuskan KPUD masuk putaran kedua. Surat keputusan pleno hanya ditandatangani kedua saksi dari pasangan ini. Saksi dua puasangan tidak hadir, sedang saksi tiga paket yang hadir menolak tanda tangan.
Pleno KPUD Nagekeo, 14 Juli 2013 menetapkan hasil rekapitulasi pasangan Piet Lorens 4.926 (7,28%), Theofilus-Ahmad Daeng 6.240 (9,22%), EliasJo-Paul Nuwa 19.354 (28,62%), Lukas-Yosef 5.165 (7,61%), Don Bosco-Gaspar Batu Bata 12.965 (19,17%), Wolfgang-Rikard 5.790 (8,56%), dan Servas Podhi-Ibrahim Jusuf 13.188 (19,50%). Total suara sah: 67.628. Suara tidak sah dan rusak sekitar 1.372. Suara tidak terpakai 18.000. Suara tidak sah, rusak, dan suara tidak terpakai mencapai 19.372 atau lebih banyak dari perolehan suara paket nomor tiga.
Gugatan ke MK diajukan tiga pasangan calon, yakni Piet Nuwa-Lorens Pone, Lukas-Os Jua, dan Johanes Don Bosco-Gaspar Batubata pada 17 Juli 2013. Sepekan kemudian gugatan disampaikan juga ke DKPP. Keputuasan DKPP pada 1 Agustus 2013 yang memecat lima komisioner sudah mempertimbangkan semua kesalahan KPUD yang diajukan tiga pasangan ini di samping Paket Mama, sehingga pihak yang sama tidak perlu diadili dua kali.
Lima komisioner dinilai telah melanggar etika. Walau masuk wilayah perdebatan panjang para ahli hukum, pada hemat kita, etika adalah inti dari sebuah pencarian kebenaran dan keadilan. Para komisioner yang sudah tidak beretika takkan mungkin bisa steril dari godaan untuk berkonspirasi dengan kandidat tertentu.
Rusaknya pemilukada di negeri ini karena KPUD tidak netral. Mereka berpihak. Mereka menjadi agen bagi kandidat tertentu. Manipulasi suara secara sistematis, terstruktur, dan masif adalah cara yang mereka gunakan untuk memenangkan kandidat tertentu dan menjegal kandidat lain.
MK gagal menangkap realitas dan suara pencari keadilan. MK berputar-putar pada kata "hasil pemungutan suara" dan "substansi" pemilukada yang diredukasi hanya soal hasil perhitungan suara, mengabaikan proses dan prosedur administratif. MK lupa bahwa hasil ditentukan oleh proses. MK lupa bahwa pengabaian fakta administratif-prosedural justru menjauhkan hakim dari kebenaran substantif. MK lupa bahwa proses yang tidak kredibel akan menghasilkan sesuatu yang tidak kredibel.
Sistematis, Terstruktur, dan Masif
Penggunaan logistik yang tidak standar merupakan bagian dari skenario memenangkan paket tertentu. Langkah ini bukan aksi individual dan sporadis. Tapi, sebuah langkah terencana yang melibatkan struktur KPUD, sehingga pelanggaran terjadi di semua TPS.
Sesuai skenario, KPPS --yang sudah menjadi bagian dari jaringan konspirasi-- merekayasa data C2 KWK. Usai perhitungan suara, KPPS mengubah C2 KWK sesuai skenario. Berdasarkan angka di C2 KWK, KPPS mengubah C1 KWK. Dengan demikian, KPPS memiliki dua dokumen yang mengungkapkan data yang sama.
Pada pleno PPS di kelurahan, saksi yang memiliki data berbeda dengan KPPS mati kutu. Saksi hanya memegang C1 KWK, tidak memiliki C2 KWK. Dalam berargumentasi, saksi yang memiliki hanya satu sumber data, yakni C1 KWK, akan kalah.
Pada pilkada di Nagekeo, banyak saksi yang tidak diberikan C1 KWK usai perhitungan suara di TPS. Ini adalah kesengajaan petugas agar dengan leluasa bisa mengubah komposisi perolehan suara. Semua bisa dilakukan dengan mudah karena C1 KWK adalah kertas fotokopi.
Untuk mengecek dugaan ini, pihak bewajib perlu memeriksa:
1) Pihak percetakan, PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.
2) Petugas dan pemilik fotokopi di dekat kantor KPUD.
3) Pegawai Pemda Nagekeo yang menerima order cetak C2 KWK.
4) Petugas PPK dan KPPS yang bersedia menjadi saksi.
5) Panwaslu.
6) Pegawai KPUD Nagekeo yang adalah putra dari tim sukses satu pasangan cabub-cawabub.
Para penegak hukum perlu memeriksa data:
1) Order cetak semua dokumen pilkada KPUD kepada PT Jasuindo Tiga Perkasa Tbk.
2) Order fotokopi C1 dan C2 KWK kepada pihak fotokopi lokal.
3) C1 KWK asli.
4) Proses pilkada, apakah sesuai SOP KPU.
Penggunaan Dana:
KPUD Nagekeo perlu menjelaskan rinci penggunanaan dana Rp 11,5 miliar. Ke mana saja dana itu dipakai dan untuk apa dana itu digunakan. Langkah ini penting agar kita tidak tertipu oleh angka ini. Jika hanya membayar fotokopi C1 KWK dan sejumlah dokumen penting, mencetak kertas suara, dan membayar gaji petugas, total biaya pemilikada Nagekeo takkan lebih dari Rp 2 miliar.
Kesimpulan
1. Manipulasi suara jauh lebih besar dampak buruknya bagi sebuah pemilukada dibanding politik uang.
2. Dari dokumen yang dipakai dan proses yang ditempuh pada pemilukada Nagekeo, 8 Juli 2013, terlihat jelas indikasi manipulasi suara.
3. Keputusan MK yang menolak gugatan tiga pemohon bukan sebuah keputusan akhir dari kebenaran. Dari proses persidangan terlihat jelas MK tidak serius mendalami masalah, terkesan berat sebelah.
4. Manipulasi suara, kecurangan, penipuan, dan berbagai kejahatan dalam pemilukada Nagekeo tidak bisa dibiarkan. Jika dibiarkan, biaya yang dikeluarkan oleh rakyat Nagekeo pada masa akan datang akan lebih besar.
5. Bupati-wakil bupati Nagekeo adalah pemimpin Nagekeo. Proses pemilihan pemimpin harus berintegritas dan kredibel. Hanya dengan itu, pemilukada menghasilkan pemimpin yang berintegritas, kredibel, dan berlegitimasi tinggi.
Tuntutan Moral:
1. Hentikan semua proses pemilukada lanjutan. KPUD NTT adalah bagian dari KPUD yang perlu direformasi. Selama ini, KPUD Negekeo selalu mengatakan bahwa keputusan mereka diambil berdasarkan hasil konsultasi dengan KPUD NTT.
2. Berikan kesempatan kepada auditor independen untuk mengaudit KPUD Nagekeo dan seluruh proses pemilukada Nagekeo.
3. Berikan kesempatan kepada kepolisian untuk melakukan penyelidikan dan penyidikan indikasi tindak pidana penipuan.
4. Berikan kesempatan kepada KPU untuk memilih komisioner yang berintegritas dan kredibel.
5. Pemilukada boleh digelar setelah ada komisioner KPUD Nagekeo yang kredibel dan semua logistik untuk keperluan pemilukada sesuai norma dan standar KPU.
6. Jika kesibukan pileg dan pilpres menyita waktu, tidak masalah jika pemilikada Nagekeo diadakan setelah 2014. Setelah masa bupati Nagekeo sekarang berakhir Desember 2013, Nagekeo bisa dipimpin oleh seorang pejabat bupati yang ditunjuk Gubernur NTT.***
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Manipulasi Suara di Pemilukada Nagekeo,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Manipulasi Suara di Pemilukada Nagekeo ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Manipulasi Suara di Pemilukada Nagekeo sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 8:27 AM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos