NAGEKEO POS - DEPOK
Hari ini saya dan teman-teman kantor yang juga Muslim bincang panas tentang sosok Ahok (Basuki Purnama) dan Anis Baswedan. Teman saya yang fokus menulis perkembangan dan dinamika politik di DKI Jakarta tiba-tiba bilang bahwa Anis-Sandi saat ini di atas angin, karena paslon ini memimpin (leading) poling dengan 3 angka.
Bos kantor saya pun terpekur lesu karena jika Ahok benar-benar kalah, maka sudah dibayangkan betapa DKI akan alami malapetaka di berbagai aspek kehidupan. Ketakutan ini bisa dimaklumi karena Anis-Sandi belum punya track record (rekam jejak) yang bisa jadi alasan masyarakat Jakarta boleh berharap.
Saya langsung menyela dengan mengatakan, kita harus siap menerima kenyataan jika Ahok kalah. Siapa tahu, Anis-Sandi bisa lebih berhasil dari Ahok. Bos saya dan teman sejawat sontak tertawa.
Saya balik menghibur bosku dengan mengatakan, kita mesti yakin Ahok menang karena masyarakat saya (dari NTT lewat Badja yang dipelopori tokoh populer Marselinus Ado Wawo) sudah bergabung dalam tim reaksi cepat (TRC) untuk menangkan Ahok.
Bos dan teman-temanku tampak bingung, jadi terpaksa saya jelasin banyak profil TRC, barisan pria-pria berani mati untuk memperkuat barisan saksi tim Ahok-Djarot di semua TPS saat pilgub putaran kedua nanti (19 April).
Di putaran pertama, banyak pemilih Ahok-Djarot tidak bisa coblos akibat tipu daya oknum penyelenggara, sementara saksi-saksi paslon Ahok-Djarot memilih bungkam di TPS karena takut pada intimidasi pasukan teror yang mendukung paslon Anis-Sandi. Fakta ini kemudian melecut ide dibentuknya TRC tadi.
Jumlah pemilih DKI sekitar 7,2 juta, dan tercatat sekira 20% pemilih tidak ikut coblos di putaran pertama. Sebagian berpikir Ahok tetap menang meski mereka tidak datang ke TPS untuk turut coblos. Jika pikiran dangkal ini masih terpatri di kepala mereka pada putaran kedua nanti, bisa dipastikan Ahok benar-benar akan kalah.
Tim Ahok harus serius berpikir tentang strategi untuk bertempur di darat (in land battle), relevan dengan aksi TRC tadi, karena perang di udara (baca: media sosial, televisi) sudah sulit membelokkan mayoritas pemilih yang keukeuh (hanya mau) pilih Anis Sandi, asal bukan Ahok.
Media-media cetak, sebagian besar juga condong ke Anis-Sandi, dilihat dari nuansa pemberitaan mereka selama ini. Maklum, banyak media memilih posisi aman, karena sponsor iklan mereka seperti konglomerat Cina, kelompok geng yang ingin aman, memilih situasi yang stabil.
Jadi ingat politik Soeharto dulu, utamakan stabilitas politik, maka kelompok Cina sebaiknya fokus berdagang saja. Konglomerat Cina banyak diberdayakan untuk mensuplai fulus bagi penguasa, karena penguasa senang puaskan hasrat berkuasanya. Inilah model politik pribumi, untuk tujuan co-habitat, hidup secara damai.
Obrolan kami bubar di pukul 4 sore tadi. Saya terbawa emosi karena driver Grab dan Ojek tidak ada yang mau menjawab order saya di aplikasi android di hape, karena saya ingin cepat pulang rumah. Beruntung, teman saya punya aplikasi untuk order Uber motor dan dia langsung order. Dalam hitungan detik saja, driver Uber merespon, siap menjemput, dengan harga hanya Rp32,000, jauh murah dibanding tarif Grab dan Gojek yang lampaui Rp50,000.
Saya baru tahu bahwa driver Uber adalah driver yang loyal pada penumpang karena sistem aplikasi tidak menampilkan tujuan penumpang yang mengorder. Otomatis, hanya Uber driver yang merespon lebih cepat kala jam sibuk (jam masuk / pulang kantor). Sebaliknya driver Grab dan Gojek hanya ingin menjemput penumpang jika tujuan penumpang sesuai keinginan driver, karena sistem aplikasi memperlihatkan titik tujuan penumpang dimaksud.
Pak asal mana ya? Driver Uber bertanya saat saya sudah duduk nyaman di atas motornya dan kami sudah melaju. Dari Flores abang, sahutku. Islam ya..?? sergahnya lagi. Saya tersentak, tapi sontak menjawab, Yia pak.. (saya mengaku Muslim). Pak namanya Bahrul kan? oh ya abang, jawabku (baru sadar, teman saya Bahrul yang order untukku tadi).
Saya baru kali ini menipu karena tidak mengaku sebagai Katholik jika ditanya. Perasaan saya pun jadi berkecamuk karena saya ternyata tidak lagi berani jujur seperti sedia kala.
Benar saya terlampau menghadirkan ketakutan dalam diri sendiri, karena suhu politik DKI yang sangat memanas ditambah munculnya banyak kelompok garis keras yang berkeliaran di jalanan ibukota.
Pak, itu Azizah (artis dangdut asal Flores) Muslim kan? Sontak saya bisa fokus lagi ngobrol dengan driver gara-gara dia sebut nama Azizah. Pantas saja abang driver ini sudah kenal Flores dan NTT. Dan dia mungkin menduga saya juga dari Flores, dari gaya saya mengayun langkah kaki di trotoar tadi, maka dia penasaran ingin tahu apakah saya juga Muslim karena punya nama Bahrul tadi.
Saya akhirnya bisa rileks lagi, sambil menghibur diri dengan berpikir, Ah..jangan-jangan banyak pria Flores juga ngaku-ngaku Muslim, hanya ingin bisa pacaran dengan wanita-wanita Muslim cantik di Jakarta ini. Mengapa saya jadi begitu serius? he he .. Ini cuma oretan kelakar, jangan bawa ke hati..terima kasih telah membaca. (hans obor)
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Gara-gara Ahok, Saya mengaku Muslim,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Gara-gara Ahok, Saya mengaku Muslim ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Gara-gara Ahok, Saya mengaku Muslim sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 8:13 PM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos