From World for Nagekeo
Headlines News :
Home » » Takut Hukum, Tidak Takut Tuhan

Takut Hukum, Tidak Takut Tuhan

Written By Unknown on Saturday, August 17, 2013 | 5:49 PM

(Kado Ultah untuk Indonesiaku)

Oleh Giorgio Babo Moggi

Beberapa minggu yang lalu saya menyaksikan di salah satu telivisi Australia proses suksesi Perdana Menteri karena ada 'kegoncangan' di parlement. Tampuk kekuasaan berpindah dari Julia Gillard ke Kevin Ruud melalui proses voting yang demokratis. Kevin Ruud terpilih dan melanjutkan masa pemerintahan Julia Gillard yang tersisa - sebelum pemilihan perdana menteri September mendatang.

Sebagaimana dalam pemilihan kepala negara di dunia. Ganti pemimpin, ganti pula kabinetnya. Apa yang saya lihat dari pelantikan kabinet Kevin Ruud, tidak ada hal yang luar biasa. Semua calon menteri berkumpul di sebuah ruang yang kecil di Gedung Pemerintah di Canbera. Satu per satu namanya dibaca, lalu bersumpah di hadapan gubernur jenderal, Quentin Bryce. Namun, pada saat itu, saya tidak melihat para ulama, pendeta atau pastor, yang berdiri mendampingi mereka.

Tentu berbeda dengan negeri kita. Sudah pasti ulama atau rohaniwan di samping pejabat yang dilantik. Pada saat menyampaikan ikrar, tangan pejabat diletakkan di atas alquran atau kitab suci dan mengulang janji yang didikte oleh presiden, gubernur, bupati atau pejabat berwenang lainnya.

Sumpah di atas kitab suci ataupun menyebut nama Tuhan sebanyak seribu kali pun tidak menggaransi kita tidak jatuh dalam dosa. Dosa politik, dosa korupsi, dan dosa-dosa lain. Kenyataan kita mudah lupa bahkan mengabaikan janji setia kita kepada Tuhan, apalagi janji kepada manusia.

Label negara koruptor melekat. ketika ditempatkan dalam rangking, kita menjadi berang. Apakah karena kita merasa diri negara bersih atau gengsi masuk kategori tersebut?

Harus ada pengakuan diri. Jujur pada diri sendiri. Kejujuran merupakan modal untuk perubahan. Jika tidak jujur dan refleksi, kita merasa itu biasa-biasa, akhirnya itu menjadi kebiasaan. Dan, jika sudah menjadi kebiasaan, kita pun semakin sulit memilah; mana yang korupsi dan mana yang bukan. Oto kritik menjadi penting untuk meningkatkan kualitas hidup berbangsa dan bernegara.

Berbicara korupsi di negeri kita sudah lazim. Bahkan kita merasakan bahwa korupsi sudah menjadi bagian dari hidup kita. Korupsi yang membudaya. Terkesan perangkat hukum negara dan hukum agama belum cukup kuat mengekang 'birahi' perilaku masyarakat yang haus kekuasaan dan harta.

Di Australia, korupsi memang merupakan isu krusial. Negara ini sangat 'strict' dan berkomitmen teguh untuk membasminya. Contohnya nyata, beberapa minggu terakhir, media Australia mengulas kasus korupsi dan skandal yang melibatkan seorang pejabat. Kasus tersebut sudah pada tahap persidangan. Namun demikian, kasus korupsi di negeri kanguru ini tidak sebanyak kasus korupsi di negeri kita. Malah sebaliknya, kasus assylum seeker atau pencari suaka mendominasi di media massa Australia. Indonesia dan beberapa negara tetangga justeru disebutkan tidak memiliki sikap tegas terhadap assylum seeker. Kemudahan pencari suaka menyusup lewat Indonesia, mungkin karena pihak-pihak terkait atau para nelayan mudah disogok. Ini hanya asumsi atau dugaan saja. Mungkin benar, mungkin juga tidak.

Sementara berbagai media di Indonesia, kasus korupsi menjadi menu wajib setiap pemberitaan. Mengungkapkan kasus korupsi dari pusat hingga daerah. Wabah korupsi meraja lela. Entah kasus itu melibatkan dan dilibatkan para/oleh para pejabat dan staf pemerintah, politikus, pengusaha, kontraktor, dan seterusnya. Singkat kata semua lapisan atau strata masyarakat terjebak atau menjebakkan diri, sadar atau tidak sadar, dalam arus korupsi yang kian deras mengalir ini. Proses penyelenggaraan negara sering menjadi lingkaran setan. Transaksi korupsi terjadi. Kadang timbul pertanyaan, siapa setan, siapa malaikat? Siapa yang menggoda, siapa yang digoda? Semua bisa saling bertukar posisi. Inilah wajah negara kita, wajah yang korup. Pribadi kita yang korup.

Tidak ada resep yang paling manjur untuk mencegah dan menyembuhkan penyakit korupsi selain menegakan hukum secara benar. Para penegak hukum harus bertindak tegas atas dasar hukum kepada siapapun yang berperilaku koruptif. Tidak tebang pilih. Semua warga negara sama kedudukan di mata hukum.

Selain itu, orang tua dan lembaga pendidikan harus mampu menanamkan nilai-nilai anti korupsi kepada anak-anak sejak dini. Anak harus mampu menilai mana yang menjadi hak dan yang bukan haknya. Mana yang menjadi kewajiban dan yang bukan kewajibannya. Kesalahan dalam hal pendidikan, sama artinya kita melahirkan generasi-generasi yang koruptif. Dan, lebih berbahaya lagi, jika korupsi menjadi gen baru yang dapat 'diwariskan' dari satu ke generasi ke generasi berikutnya.

Kita sulit membayangkan sendainya dulu para pahlawan memiliki perilaku korupsi. Mungkin negeri ini mereka gadaikan dan tentu kita tidak akan bernafas di alam kemerdekaan. Dari para ksatria bangsa kita belajar dan menjadikan mereka sumber keteladanan. Mereka mampu membuktikan diri sebagai pribadi-pribadi yang berempati pada nasib bangsanya. Mereka rela berkorban nyawanya demi tegaknya panji kemerdekaan. Prinsip hidup solider dan kesetiakawanan sebagai warga negara yang bernasib sama.

Indonesia memiliki segala-galanya, memiliki kekayaaan alam, keragaman budaya dan agama, beraneka suku bangsa, dan keindahan alam. Namun karena perilaku koruptif yang akut merabunkan pandangan negara luar terhadap Indonesia. Apapun yang kita miliki menjadi sesuatu kebanggaan menjadi tidak bermakna dan sia-sia. Indonesia kehilangan kepercayaan sebagai bangsa yang bermartabat luhur.

Australia merupakan salah satu negara yang berkomitmen memerangi korupsi. Berbagai perangkat hukum dibuatkan. Berbagai pendidikan karakter diajarkan. Mereka tahu segala konsekuensi hukumnya. Karena itu mereka lebih TAKUT HUKUM daripada TUHAN.

Mungkin ini berlebihan, tetapi kenyataan demikian. Ketika dalam urusan kenegaraan nama Tuhan tidak dibawa-bawa. Apalagi bersumpah di atas kitab suci. Bagi mereka kehidupan berbangsa dan bernegara ada hukum yang mengaturnya.


Bukan berarti mereka tidak beragama atau bertuhan. Tetapi mereka jarang berbicara atau bertanya agama satu sama lain. Itu merupakan hal yang tabu ditanyakan. Bagi mereka, agama dan kepercayaan (yang berhubungan dengan keyakinan kepada Tuhan) merupakan ruang privasi yang tidak tersentuh oleh siapapun. Walaupun pada akhirnya kita melihat mereka keluarga masuk gereja, mesjid, wihara atau tempat ibadat lainnya.

Kita akan merayakan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan yang ke-68. Tentu catatan sejarah perjalanan bangsa Indoensia yang panjang dan membanggakan. Mengalirkan heroisme dalam dada. Sejatinya kita telah merdeka dari penjajah, namun kita belum merdeka dari korupsi yang bersumber dari diri kita sendiri. Semoga semangat perjuangan para pahlawan bangsa dapat menginspirasi kita semua. I am proud of Indonesia. Merdekaaaaa.....!!!. *** (gbm)

Townsville, Malam Menjelang HUT RI ke-68, 16 Agustus 2013

Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Takut Hukum, Tidak Takut Tuhan,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda . Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Takut Hukum, Tidak Takut Tuhan ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Takut Hukum, Tidak Takut Tuhan sebagai sumbernya.

Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::

Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 5:49 PM
Share this post :

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Nagekeo Pos

 
Admin: Hans Obor | Mozalucky | Nagekeo Bersatu
Copyright © 2013. NAGEKEO POS - All Rights Reserved
Thanks To Creating Website Modify and Used by Nagekeo Bersatu
Proudly powered by Blogger