Oleh Giorgio Babo Moggi
Sepanjang saya membaca berita ini, saya berusaha memposisikan diri sebagain seorang Herder. Saya juga mempersonafikasikan diri sebagai Mery Grace, dan lain-lain yang termuat dalam berita tersebut.
Saya mencoba masuk dalam kedalaman bathin dan jiwa mereka. Saya mencoba mengalami gejolak-gejolak bathin mereka. Bahkan saya juga mencoba untuk ‘menerawang’ sesuatu yang tidak atau belum tersurat dalam berita tersebut. Hal itu saya lakukan supaya saya tidak mudah terjebak dan tersesat dengan pernyataan yang tidak manusiawi dan bermartabat di media ini.....
Herder dan Mery Grace menggemparkan media tidak terkecuali di forum ini. Perbuatan amoral yang dilakoni mereka memancing amarah anggota forum. Ada sikap mengutuk, menghujat, membenci, tapi ada juga sikap adil dengan melihat persoalan ini dengan perspektif yang bijak.
Hal yang menarik aksi amoral Herder membawa filsafat dalam ranah perdebatan. Apakah filsafat gagal membentuk orang menjadi orang baik, taat dan berwajah moral? Memang belum ada sebuah kajian yang mencoba memetakan tindakan kejahatan terhadap latar belakang pendidikan pelaku. Juga belum ada statistik yang menyajikan informasi serupa. Tetapi, di forum ini, filsafat digugat habis, dicercah. Salah ilmu atau orang yang belajar itu ilmu?
Saya bukan sarjana filsafat, tetapi saya pernah dididik dan diasuh oleh orang-orang yang belajar filsafat dan teologi (para frater dan pastor). Pengalaman hidup selama enam tahun dalam komunitas tersebut nyaris menarik saya untuk melanjutkan pendidikan filsafat di Ledalero – tentu bukan menjadi imam (mahasiswa ekstern). Niat ini saya pernah diungkapkan kepada pembina asrama dan guru bahasa Jerman saya, eks seminaris Ledalero. Tetapi, niat itu kandas karena dorongan untuk belajar ilmu teknik lebih kuat ketimbang filsafat. Baik filsafat dan ilmu lain pada umumnya baik adanya. Pengecualian ilmu hitam alias le’u-le’u. Hingga detik ini filsafat tetap memiliki daya magnet.
Terkuatnya kasus Herder dan Mery Grace sungguh mencederai disiplin ilmu yang saya kagumi ini. Ada kesan harafiah dari member group yang berkomentar bahwa efek filasafat memberi kontribusi terhadap sikap dan perilaku negatif pelaku ini. Paling tidak terhadap kasus ini. Filsafat gagal!! Perdebatan ini pun ‘bergeser’ dari esensi dasar yaitu masalah perbuatan kriminal yang dilakukan oleh Herder dan Mery tersebut.
Ketika saya membaca postingan Ibu Alfonsa tentang “Kronologi Pembunuhan Kekasih di Flores” di media ini, hati saya terenyuh dengan berita itu. Saya membaca dan membacanya beberapa kali. Saya tidak langsung merespons dengan komentar atau tanggapan. Berat rasanya bagi saya ketika berbicara tentang moralitas.
Hati saya memang rontak. Ada riak-riak pemberontakan kecil, tapi tidak tampak hingga permukaan forum ini. Riak itu baru sebatas ruang hati saya. Sekali lagi ini soal moralitas. Usia saya tidak cukup matang untuk membahas dan perjalanan usia saya masih panjang. Saya memilih menjadi pendengar (baca: pembaca). Hal yang dapat dipetik dari peristiwa saya jadikan referensi pembelajaran bagi diri saya sendiri. Sikap itu yang saya pegang dan taat.
Namun, rangkaian komentar yang berjumlah 300-an ini menggerak saya untuk menyatakan sikap dan pendapat pribadi soal peristiwa ini. Mungkin pendapat saya keliru atau mungkin ‘farisi’, tetapi itulah sikap saya ketika saya berhadapan dengan soal moralitas.
Mungkin sebuah kata yang setua usia manusia adalah “menghujat”. Dalam kitab suci kata itu menjadi struktur rangkaian kalimat biblis. Bahkan Yesus mengalaminya sendiri dengan apa yang disebut hujatan tersebut. Terlepas dari benar atau salah posisi terhujat.
Sepanjang saya membaca berita ini, saya berusaha memposisikan diri sebagain seorang Herder. Saya juga mempersonafikasikan diri sebagai Mery Grace, dan lain-lain yang termuat dalam berita tersebut. Saya mencoba masuk dalam kedalaman bathin dan jiwa mereka. Saya mencoba mengalami gejolak-gejolak bathin mereka. Bahkan saya juga mencoba untuk ‘menerawang’ sesuatu yang tidak atau belum tersurat dalam berita tersebut. Hal itu saya lakukan supaya saya tidak mudah terjebak dan tersesat dengan pernyataan yang tidak manusiawi dan bermartabat di media ini.
Herder dan Mery memang benar sarjana filsafat, tapi mereka tetap menjadi pribadi yang utuh. Pribadi yang dengan pilihan hidup sendirinya. Toh seperti kata sebuah syair lagi, “roker juga manusia”, demikian juga “pastor dan suster juga manusia”. Saya sependapat dengan saudari Etha Bhubhu, kurang lebih demikian, “kejahatan itu bisa terjadi pada siapa saja, tidak melihat status atau profesi seseorang seperti pastor/biarawan/ulama”.
Jelas terbaca bahwa kejahatan dapat menimpah siapa saja. Hanya mungkin secara kebetulan peristiwa kriminal yang mengemuka ini melibatkan seorang pasangan sarjana filsafat, lalu seolah-olah sarjana filsafat bejat, farisi dan amoral. Jika filsafat itu buruk rupa, bearti kita, baik yang berkomentar maupun yang membaca adalah produk gagal. Baik secara langsung maupun tidak langsung kita mendapatkan didikan dari mereka yang pernah mengenyam filsafat baik di sekolah, perguruan tinggi maupun mimbar gereja.
Bagi saya persoalan Herder dan Mery adalah persoalan pribadi. Perilaku yang tidak ditentukan atau kegagalan satu aspek ilmu. Perilaku kita dipengaruhi oleh multidimensi aspek. Kadang ilmu yang dipelajari tidak mampu mengubah kita berwajah “kudus”. Semuanya bergantung pada pengendalian diri. Jika perilaku dan tindakan buruk tidak serta membubuhi cap yang berlebihan pada latar belakang pendidikan atau profesi yang ditekuninya. Karena kejahatan dapat merambat ke siapa saja. Sasaran lusifer adalah manusia, apapun dan siapapun dia.
Sebuah tanaman tidak selalu menghasilkan benih yang baik. Demikian lembaga pendidikan filsafat tidak selalu berhasil mendidik semua anak didik yang baik pula. Atau lembaga pendidikan yang lainnya. Pasti ada satu atau dua orang yang tidak baik. Terhadap manusia kita lebih santun untuk melihat dan mencerna berita lebih bijak. Baik Herder maupun Grace sudah “salah jalan”. Ilmu yang pelajari tak mampu membendung segala niat buruk. Apa daya segala sesuatu sudah terjadi di depan mata. Biarkan hukum yang mengadili berdasarkan dalil-dalil hukum itu sendiri supaya kebenaran itu terungkap. Harapan kita Herder dihukum secara adil sesuai dengan hakikat hukum itu sendiri.
Hari ini Herder, mungkin nanti Herder-herder yang lain. Atau mungkin juga ada yang sudah menjadi Herder. Hanya pribadi kita masing-masing yang tahu. Langkah bijak adalah mendukung proses hukum tanpa kita harus mengadili mereka dengan penuh aroma kebencian, apalagi menghujat. Semoga pengalaman buram Herder menjadi pembelajaran bagi kita. Tidak hanya soal aborsi atau pembunuhan saja, masih ada masalah-masalah moralitas yang mungkin kita lakukan, tetapi kita tidak menyadarinya. Makanya saya selalu berhati-hati dengan kata-kata sendiri karena suatu waktu nanti kata-kata itulah yang mengadili diri kita sendiri.
Seandainya berita ini diposting pada jaman Yesus hidup, barangkali Yesus akan berkomentar:
“Barangsiapa yang merasa tidak berdosa seperti Herder dan Mery ini, silahkan menghakimi mereka di wall ini.”
Bagaimana respons anda terhadap tantangan Yesus di atas? Hanya Tuhan dan diri kita masing-masing yang tahu.
Mari kita tampakan wajah mereka dalam diri kita, sehingga kita mampu mengampuni perbuatan mereka. Biarkan pengadilan dunia dan akhirat yang memutuskannya. Dan, jadikan peristiwa ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. ***
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Menampakan Wajah Herder dan Mery Grace dalam Diri Kita,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Menampakan Wajah Herder dan Mery Grace dalam Diri Kita ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Menampakan Wajah Herder dan Mery Grace dalam Diri Kita sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 5:37 PM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos