From World for Nagekeo
Headlines News :
Home » » POLITIK ETIS

POLITIK ETIS

Written By Unknown on Wednesday, October 10, 2012 | 4:29 PM


Oleh: Giorgio Babo Moggi

Politik Etis, konsep pemikiran yang digagas oleh dua elitis, Pieter Brooshooft (wartawan Koran De Locomotief) dan C.Th. van Deventer (politikus) untuk meningkatkan kesejaterahaan rakyat pribumi yang telah menderita beratus-ratus tahun karena rodi atau kerja paksa. Karena itu pemerintah kolonial Belanda menetapkan kebijakan yang terangkum dalam program "Trias Van deventer" yang meliputi:Irigasi; Emigrasi; dan Edukasi.


Politik Etis Kekinian

Dalam bentuk wujud dan nuansa yang berbeda konsep politik semacam ini jua terjadi di kalangan masyarakat Indonesia dewasa ini. Seorang pemimpin yang terpilih dalam perhelatan pilkada, akan membayar mahal bagi partai pengusung dan tim suksesnya. Bayaran itu tidak selamanya dalam bentuk uang, jabatan, dan juga dalam bentuk lain. Suatu keadaan yang sangat bertolak belakang dengan makna politik etis pada jaman belanda. Jika pada jaman kolonial, politik etis terlahir atas kesadaran bersalah dan beban moril, maka politik etis jaman sekarang atas dasar untung-rugi. Bahkan orang yang merasa telah berbuat berjasa cenderung menuntut bahkan memaksa! Hal inilah yang melunturkan idealisme seseorang.

Dalam kaitan dengan politik etis "kekinian", di wall ini, saya pernah membuat catatan ringan yang bertajuk "Kabupaten Nagekeo adalah Sebuah Keputusan Final “. Lalu, Om Cyrillus Bau Engo menambahkan komentar demikian :

"...Pendapat dikotomis bermula dari para elit yang mempunyai kepentingan politik....atau para penjabat yang ingin mendapat jabatan...atau para pejuang pemekaran yang merasa jasanya belum dibalas dengan jabatan.....kasak kusuk ngomel dimana2 membanggakan diri paling berjasa....kalau rakyat biasa mereka terima pemekaran dengan lapang dada dan kema ghawo biasa..."

Usai membaca komentar ini, saya pun bertanya pada diri sendiri. Apakah ada praktek "politik etis" di Nagekeo? Adakah para pejuang pemekaran Nagekeo yang menuntut haknya untuk mendapatkan posisi di birokrasi atau perannya di masyarakat?

Beberapa hari sebelumnya, Om Cyrillus meng-upload foto kantor Bupati Nagekeo yang sudah rampung.Foto yang membangkitkan rasa bangga. Kabupaten yang baru beranjak dari usia “balita” sudah memiliki kantor bupati permanen dan kantor-kantor lain dalam sebuah kompleks “civil center”. Sayangnya, rasa bangga bertahan sesaat, masih di wall yang sama, om Cyrillus mem-posting foto Gedung DPRD Nagekeo yang terlantar karena terlilit kasus tanah. Bahkan jauh sebelum foto-foto kantor bupati dan gedung DPRD di-release, ada member (saya tidak ingat lagi namanya) mempublikasikan gedung panti Tuna Netra yang terancam gagal karena masalah tanah juga. Terdengar kabar juga, rumah jabatan bupati dan saluran Mbay kiri terancam gagal atas masalah yang sama lagi. Lagi-lagi masalah tanah! Pertanyaan saya pun berlanjut, apakah fakta yang menjadi bukti pernyataan om Cyrillus di atas? Apakah masalah hambatan pembangunan di Nagekeo murni masalah status tanah? Ataukah, ada politisasi masalah yang berkaitan dengan hidden interets (kepetingan-kepentingan yang terselubung?

Saya tidak tahu persis karena jauh dari pengamatan mata dan telinga saya. Paling tidak dari tulisan/komentar-komentar di wall Nagekeo terimplisit jawaban pertanyaan-pertanyaan saya di atas.

Dialog

Sebagaimana usulan para member NB, pemerintah harus menyiapkan ruang untuk berdialog. Dialog ini bertujuan untuk menemukan akar masalah sebenarnya. Dialog ini juga memungkinkan pemerintah untuk mengidentifkasi semua persoalan tanah yang memperseterukan pemerintah dan masyarakat setempat.Sedangkan masyarakat pun harus bersedia dan terbuka. Mereka harus benar-benar menyatakan independensinya - tidak ditunggangi kepentingan politis sesaat. Selama masalah tanah terus dipolitisasi dengan kepentingan jabatan, suksesi, dan balas jasa, maka tidak akan ada kedamaian di sana. Pemerintah tidak bisa bekerja dengan aman. Pelayanan masyarakat menjadi terhambat. Siapa yang rugi? Masyarakat, khan? Pemerintah bukan musuh masyarakat. Masyarakat juga bukan musuh pemerintah. Pemerintah-masyarakat bagaikan dua sisi koin. Bupati boleh berganti, demikian juga PNS akan pensiun dan diganti dengan yang lain, tetapi, pemerintah Nagekeo abadi adanya, selama masih ada rakyatnya. Sentiman kita terhadap figur birokrat atau siapapun, lalu kita menghambat pembangunan yang sebenarnya bermanfaat bagi masyarakat sendiri, merupkan sikap salah alamat. Sekali lagi, dialog adalah jalan keluar yang paling ideal untuk memecahkan kebuntuan komunikasi masyarakat dengan pemerintah.

Apa yang bisa dibuat?

Hidupkan konsep politik etis sebagai balas budi bagi para pemegang hak ulayat tanah, sebagaimana yang sedangka diupayakan pemerintah. Pemerintah dapat melakukan ganti rugi tanah dengan uang atau tukar guling tanah atau dalam bentuk lainya. Intinya pemerintah dapat merumuskan konsep politik etis tersebut setelah berdialog dengan masyarakat. Buatkan program yang yang berlindung di bawah payung hukum seperti perda (peraturan daerah) sehingga menjamin kepastian hukum bagi pemilik tanah. Sekalipun ada pergantian pimpinan, akan memiliki concern yang sama dengan masalah ini.

Akhir kata, politik etis lebih tepat ditujukan untuk para pemilik tanah bukan pihak-pihak yang merasa berjasa dalam sejarah Nagekeo, orang-orang oportunis yang kemudian dapat jabatan dan mereka yang mendapat kekayaan yang mempolitisasi kepentingan. Kita belajar dari sejarah bangsa kita. Para pahlawan tidak pernah menuntut balas jasa atas perjuangan mereka. Mereka tidak pernah meminta untuk diabadikan namanya sebagai nama jalan, gedung, ruang dan sebagainya. Mereka benar-benar berjuang untuk kepentingan yang lebih besar. Kepentingan ibu pertiwi. Perhargaan sebagai pahlawan yang telah kita berikan kepada mereka sebagai wujud atas penghormatan tulus dari kita - bukan niat mereka. Hal ini bisa dilakukan rakyat Nagekeo, jika mereka tidak menodai perjuangan mereka dengan nilai-nilai semu.

Pemeritah melakukan dialog dan kemudian merumuskakan "politik etis" yang tepat untuk pemilik tanah dengan sebuah payung hukum sehingga menjadi perhatian yang berkelanjutan sekalipun ada pergantian bupati/pimpinan atau anggota legislatif. Dan, yang pasti masyarakat pemilik tanah memiliki KEKUATAN HUKUM YANG PASTI atas HAK-HAK-nya. ****

Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul POLITIK ETIS,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda . Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel POLITIK ETIS ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link POLITIK ETIS sebagai sumbernya.

Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::

Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 4:29 PM
Share this post :

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Nagekeo Pos

 
Admin: Hans Obor | Mozalucky | Nagekeo Bersatu
Copyright © 2013. NAGEKEO POS - All Rights Reserved
Thanks To Creating Website Modify and Used by Nagekeo Bersatu
Proudly powered by Blogger