Abraham Runga Mali dan Istri |
"Itu anak muka tebal sekali." Atau, "Oe ana ko sai ke ta nia kapa tebhe ngedo." Ungkapan ini untuk menggambarkan orang yang dikomentari itu tidak (atau sedikit) punya perasaan malu, cuek dan tidak peduli dengan penilaian orang lain tentang dirinya.
Dia tidak gengsi, tak menghiraukan urusan 'waka' atau 'harga diri' ketika sedang asyik melakukan pekerjaan.
Ketika menyoal minimnya orang Flores yang terjun ke dunia dagang, sering karakter ini jadi salah satu sorotan.
"Orang kita itu gengsian, tak mau disepelekan, sensitif, cepat menyerah, tidak cocok jadi pedagang dan pengusaha yang ulet dan tidak cepat menyerah," begitu penilaian sementara orang.
Ternyata, urusan berdagang, atau sukses dalam bidang apa pun membutuhkan karakter ini. Sifat yang terlalu memperhatikan apakah orang lain berpkiran baik tentang kita sering menjadi hambatan besar.
Chin-Ning Chu pernah menulis buku ini, Thick Face Black Heart (Mulka Tebal Hati Hitam). Dia direktur di perusahaan konsultan marketing yang tulisannya seroing menghiasi Financial Times, USA Today dan lain sebagainya.. Sering kali dia menjadi tamu acara CNN untuk berbiacara soal bisnis.
Nona Chu bercerita saat dia pertama merantau ke negeri Paman Sam, dia hanya membawa dua buku ini, Seni Perang Sun Tzu dan buku tipis bersampul hitam karangan Lee Zhong Wu berjudul Teori Hitam Tebal.
Dari buku inilah kemudian Chu menulis buku legendaris Thick Face Black Heart.. Prinsip dan kemampuan itu, menurut penulis' memberi kekuatan dan kendali atas kehidupannya.
Bahkan, dalam pandangan Chu , banyak orang yang berhasil dalam sejarah umat manusia adalah mereka yang 'bermuka tebal'. Dengan kata lain mereka yang 'bertelinga tipis' karena cepat sensitif sering mengalami kegagalan.
Muka tebal itu dibarat perisai untuk melindungi kehormatan diri terhadap pendapat buruk orang lain. "Seseorang yang bermuka tebal menciptakan kesan diri yang positif di balik banyak kritik orang lain."
Dalam sejarah China, pernah hidup ahli kung fu, Han Xin yang hingga saat ini sering dijadikan contoh orang yang memiliki muka tebal ini..
Suatu hari, ketika berjalan di tengah kota, Han dihadang oleh dua orang yang ingin menguji kehebatan. Dia berusaha mengelak, namun tidak bisa.
Han dipaksa, apa harus melawan mereka, atau dia harus pergi merangkak seperti seekor anjing.
Anehnya, Han yang sangat hebat itu memilih yang kedua. Dia berpikir , buat apa membuang energi membuktikan kehebatannya di hadapan orang lemah yang bisa dibunuhnya seketika.
Dia ditertawakan, namun dia tak pernah mengajukan argumentasi tentang pilihan itu. Terbukti di kemudian hari Han adalah pemberani yang tak pernah takut kepada siapa pun.
Sebuah pelajaran penting di sini adalah Han tidak melihat dua orang itu sebagai ancaman. Dia sadar dan tau betul atas kehebatannya sehingga tak peduli pada apa yang dipikirkan orang lain.
Pemilik muka teba memiliki kepercaraan diri yang tinggi dan memilih fokus pada tujuan hidupnya dan tidak terjebak pada 'masalah remeh temeh.
Hati Hitam adalah Tombak
Kalau muka tebal adalah perisai, maka tombaknya adalah hati hitam, yaitu kemampuan bertindak tanpa terlalu mempedulikan akibatnya bagi orang lain.
Pemilik hati hitam tidak perlu terlalu cepat bereaksi dan terhanyut pada perasaan belas kasihan, tanpa harus bertindak jahat.
Menurur Chu kemampuan ini perlu untuk mengimbangi perasaan ibah yang berlebihan melalui sikap dan berpikir, "tidak enak dengan orang lain".
Menurut saya, kebanyakan kita, khususnya manusia Flores, termasuk orang Nagekeo, kendati bertampang galak, namun sejujurnya kita memiliki tenggang rasa dan rasa ibah yang luar biasa besar. Kebanyakan kita adalah 'bermuka (Mike) Tyson, tapi berhati Rinto (Harahap)'.
Perhatikan uangkapan yang sering muncul di antara kita, "tidak enak e kalau kita buat ini". Atau, "ngedo ma'e phai raka, caga perasaa(n) ata mogha." Dan seterus-seterusnya.
Seorang jendral, seorang usahawan, atau dokter sekali pun akan susah membuat keputusan kalau 'terlalu banyak dan terlalu cepat menaruh ibah' pada orang lain.
Menurut Chu, orang yang berhati hitam dapat mengatasi diri dari pandangan sempit rasa belas kasihan. Dia memusatkan diri dan perhatiannya pada tujuan dan mengabaikan risikonya. Dia tidak takut gagal.
Demikianlah, muka tebal dan hati hitam bagai dua sisi dari mata uang yang sama. Kedunya ibarat perisai dan lembing yang perlui dimiliki agar layak keluar sebagai pemenang.
Saya kutip pernyataan penulis buku ini: "Muka tebal membuat seseorang mengabaikan kritik dan penolakan masal, kekuatan yang sama meerupakan sumber bagi hati hitam untuk menggunakan tombaknya untuk menerobos ketidakpedulian dan ide tak meyakinkan bagi orang banyak".
Kita mungkin saja menolak ide ini, atau mengeritiknya dengan menimbang kebiasaan dan cara hidup sesuai keagamaan dan adat istiadat kita yang sangat toleran dan 'cepat ibah'.
Namun, dalam realitas hidup yang keras dan penuh persaingan, kita perlu mengenakan 'perisai muka tebal' dan 'tombak hati hitam' agar tidak terus menerus menjadi pecundang.
Saya menutup renungan ini dengan mengutip ungkapan berikut. "Nia kapa ke mona apa, moo ma'e dheko lewo ngai rhende ata, laka kedi si ko'o ate, moo kema ghawo mona dhae lae."
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Renungan: Muka Tebal, Hati Hitam,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Renungan: Muka Tebal, Hati Hitam ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Renungan: Muka Tebal, Hati Hitam sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 7:18 AM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos