Semangat partisipasi Masyarakat Adat yang menjunjung tinggi Nilai Budaya untuk mewujudkan semangat kekitaan yang berbudaya dewasa ini perlahan-lahan merosot akibat tantangan perubahan yang kian pesat.
Hal ini ditandai dengan lemah/kurangnya Sumber Daya Manusia pengelola kebudayaan, kurangnya aktivitas dan inisiatif dari generasi penerus yang merupakan pewaris kebudayaan itu sendiri, rendahnya pendapatan ekonomi masyarakat, kurangnya pemahaman dan intensitas masyarakat terhadap ritual adat/budaya, terbatasnya sarana dan prasarana yang menunjang pembangunan kebudayaan, punah/kaburnya nilai ritual adat, manipulasi struktur sosial masyarakat adat dan upaya untuk mendapatkan peran dan warisan, pencurian serta pemindahan Benda Cagar Budaya dan simbol-simbol budaya sebagai wahana pemersatu seperti Peo, Enda/Heda, dan lain-lain.
Upacara adat “Suu Ine Mbupu, Wangga Ame Uwa” yang berlangsung selama 4 hari sejak tanggal 01 Juli 2013 sampai 04 Juli 2013 dengan tahapan upacara sebagai berikut:
Senin, 01 Juli 2013
Sanak saudara dari beberapa kampung yang ada hubungan sejarah dengan kampung adat Udi (Ame Kae Loe Ari, Ana Tu Weta Nawu, Poro a Todo Wa’u a Wesa) yang mana terlebih dahulu diberitahu melalui proses Soka Doka (beberapa orang utusan dari kampung Udi pergi memberitahukan/mengundang diiringi gong–gendang) beserta undangan lainnya hadir untuk mengikuti ritual “Ramba Taka”.
Ritual “Ramba Taka” (asah kampak) merupakan sebuah ritual mohon izin/minta restu dari para leluhur kampung adat Udi agar seluruh rangkaian kegiatan berjalan lancar sesuai dengan yang diharapkan yang ditandai dengan acara Pegho Kamba (potong kerbau) dan sesajian.
Selanjutnya, semua peralatan yang akan digunakan untuk kegiatan potong kayu (Ponggo Peo, Ponggo Jara, Ponggo Madhu, dll) dibasuh dengan darah kerbau tersebut sebagai tahap awal dimulainya rangkaian upacara secara keseluruhan.
Pada kesempatan ini, utusan dari Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kabupaten Nagekeo didampingi Pejabat Kecamatan Keo Tengah turut hadir dan di sambut meriah dengan tarian dan acara pengalungan oleh masyarakat setempat.
Selasa, 02 Juli 2013
Kegiatan Ponggo Peo yang melewati beberapa proses sebagai berikut :
• Tepat jam 08.00 pagi, Ana Susu (Tokoh Adat/Ketua Suku) bersama rombongan laki-laki dewasa dengan membawa peralatan seperlunya mulai berangkat dari kampung Udi menuju Nuamuri dengan diiringi gong-gendang selama perjalanan.
• Kayu untuk Peo (Ine Mbupu) merupakan kayu/pohon Embu atau Hebu.
• Pohon Embu atau Hebu tersebut berada di Nuamuri tepatnya di kebun milik keluarga Bapak Wilhelmus Masa. Tokoh Adat / Ana Susu kampung Udi sudah terlebih dahulu meminta pohon Embu tersebut (meminang layaknya seorang gadis dengan cara dibelis sesuai dengan kesepakatan kedua belah pihak).
• Sebelum potong kayu Embu tersebut, terlebih dahulu Ana Susu (Bpk. Yohanes Amekae) mohon izin kepada leluhur setempat dengan melakukan ritual “Wesa Lela” dan potong seekor babi (sebagai kurban/tumbal).
• Setelah dipotong dan digali sampai akarnya (agar tidak tumbuh/tunas lagi) kemudian dibersihkan untuk dibawa sesuai dengan keperluan untuk dijadikan Peo (sebatang kayu yang bercabang dua).
• Peo tersebut diarak dengan cara ditandu dan Ana Susu (Bpk. Yohanes Amekae) duduk di atas Peo tersebut menuju kampung Udi.
• Dalam perjalanan sampai di Maunori rombongan berhenti sejenak untuk pamit dengan pemilik kayu/pohon Embu (yang dilukiskan sebagai orang tua dari si gadis/Ine Mbupu) di rumah Bpk. Wilhelmus Masa dan Bpk Yosep Rangga. Pada proses ini berlangsung pembicaraan secara adat oleh keluarga kedua belah pihak.
• Keluarga dari kampung Udi menyerahkan seekor kuda dan emas (wea) sebagai tahap awal sesuai kesepakatan.
• Keluarga Bpk. Wilhelmus Masa menerima secara adat kemudian bersama rombongan mengantar Peo (yang dilukiskan sebagai anak gadis tersebut) sampai ke kampung Udi dengan membawa serta seekor babi Jantan yang besar, beras, kain adat, dan perlengkapan lainnya.
• Jam 09.00 malam (Pkl. 19.00) rombongan tiba di kampung Udi.
Rabu, 03 Juli 2013
Kegiatan Ponggo Jara di Nuaora (bekas kampung lama masyarakat Udi). Prosesnya hampir sama dengan kegiatan Ponggo Peo, tetapi perbedaannya terletak pada jenis kayu yakni dari pohon “Kesi” dan kayu tersebut merupakan milik masyarakat kampung Udi (tidak dipinang atau dibelis seperti kayu untuk Peo).
Kamis, 04 Juli 2013
Kegiatan Ponggo Madhu yang prosesnya juga sama dengan Ponggo Peo. Kayu untuk Madhu juga dari kayu/pohon Embu atau Hebu. Madhu dilukiskan sebagai sosok seorang laki-laki atau dalam bahasa setempat di sebut “Ame Uwa”.
Selain kayu untuk Madhu, juga diambil kayu untuk “Sa’o Enda” yang merupakan bangunan tempat pemujaan dan membawa persembahan kepada leluhur. Disebut Sa’o karena merupakan bangunan rumah.
Dalam Sa’o Enda juga ditempatkan patung kuda (Jara). Yang menonjol dari patung kuda atau Jara ini adalah manusia yang menunggangnya (Ana Jeo) dan kejantanan kuda juga ditonjolkan.
Penulis: Titing dan Rilin
Kadis Budpar Nagekeo bersama Ketua Suku Udi Bpk. Yohanes Amekae |
Bpk. Silvester Teda Sada, S.Fil disambut masyarakat adat kampung Udi |
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Upacara Adat “Suu Ine Mbupu, Wangga Ame Uwa” di Kampung Udiworowatu,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Upacara Adat “Suu Ine Mbupu, Wangga Ame Uwa” di Kampung Udiworowatu ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Upacara Adat “Suu Ine Mbupu, Wangga Ame Uwa” di Kampung Udiworowatu sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 12:44 PM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos