From World for Nagekeo
Headlines News :
Home » » Mencari Tuhan di Keli Tembu

Mencari Tuhan di Keli Tembu

Written By Unknown on Sunday, October 6, 2013 | 1:52 PM

Oleh : Julius Jera Rema

Saya beruntung. Rabu (25/9/2013) saya langsung dijamah Sebastianus Mau. Om Sabas - panggilan akrab Sebastianus Mau - adalah seorang tabib. Dia orang kampung Keli Tembu, kecamatan Maukaro, kabupaten Ende.

Pria empat puluhan tahun itu sudah lima bulan melayani pengobatan pasien di kampungnya. Pengobatannya nonmedis, sejenis alternatif. Dia menggunakan doa-doa agama katolik dalam tata cara pengobatannya.

Berbagai macam penyakit dia sembuhkan. Pasien datang dari mana-mana. Ada orang Bali, Jawa, Kalimantan, India, dll. Tersiar kabar, Jacob Nuwa Wea, mantan menteri era Megawati dan Eston Foenay, mantan wakil gubernur NTT sudah berobat ke Om Sabas.

Kedua mantan pejabat itu kena stroke. Hingga kini tercatat 25 ribu pasien sudah berobat. Sebagian besar sembuh total dan tidak kembali lagi ke Keli Tembu.

Rabu itu, ribuan orang tumpa ruah di Keli Tembu, di sekitar rumah Om Sabas. Saya salah satu dari ribuan orang itu. Saya sakit jantung juga ginjal, komplikasi. Saya adalah pasien 4 Rumah Sakit (RS) di Jakarta. Siloam Hospital, RS Sint Carolus, RS Cikini, dan RS Pasar Rebo adalah tempat saya opname dua tahun terakhir.
Seperti ribuan orang lainnya, begitu tiba di Keli Tembu saya langsung mendaftar.

Pembantu Om Sabas yang berjumlah kurang lebih 10 orang sigap untuk urusan administrasi ini. Tulis nama, alamat, dan jenis penyakit. Setelah mendaftar lalu mengantri, menunggu panggilan berobat. Tepat pukul 9.45 saya mulai mengantri.

Kurang lebih 10 menit saya bertahan berdiri. Tenda beratap terpal di halaman rumah Om Sabas terlalu sederhana menahan terik matahari jam 10.00 hingga 12.00 siang itu.

Panasnya minta ampun. Di tengah terik, tak mungkin saya tahan berdiri lama-lama. Bisa-bisa saya jatuh pingsan. Saya pilih menepi. Rumah panggung berjarak 20 meter dari rumah Om Sabas jadi tempat berteduh sementara. Di sana saya bertemu Frans Raga, Adrianus Nanga, Om Umar, dan pasien lain dari mana-mana. Mereka, seperti saya juga menunggu giliran berobat.

Kami lalu mengobrol. "Saya sudah 5 kali datang, tapi belum dapat pengobatan. Nama saya belum dipanggil- panggil juga," kata Frans Raga, pasien asal kampung Aeramo, kabupaten Nagekeo. Hanya saja, saat datang kali ketiga, Frans beruntung. Kala itu ada 2 pastor dan beberapa suster datang berobat. Frans mengaku kenal baik satu pastor.

"Pater Nani Bele masih keluarga saya dan satu pastor dari Mataloko saya lupa namanya. Akhirnya saya nyusup saja bersama mereka masuk, padahal nama saya tidak dipanggil," kenang lelaki 70 tahun itu.

Frans punya penyakit komplikasi. Meski sudah dijamah Om Sabas, Frans mengaku masih pusing-pusing. Untuk
pulih benar, dia rela datang berkali-kali agar mendapat pengobatan lagi.

Lain cerita Adrianus Nanga. Penyakitnya gatal-gatal sekujur tubuh. Dia sudah 4 kali datang, tapi belum dipanggil. Mujur, kampungnya di Wekaseko, Nagekeo hanya berjarak 20 kilo meter ke Keli Tembu. Ditemani istri, Adrianus bolak-balik Keli Tembu naik sepeda motor.

Om Umar, pasien asal kampung Alorongga, Mbay Nagekeo mengaku sudah 2 bulan bertahan. "Saya rela bolak-balik bapak, asal sehat. Sudah 2 bulan belum dapat giliran. Ke sini saya naik oto bis lein Maumere-Mbay," kata Om Umar. Om Umar mengaku tidak mempersoalkan pengobatan Om Sabas yang sangat katolik itu, meski dia seorang Muslim.

"Ema (bapak) Tuhan itu sama. Mungkin Tuhan mau kasi sembu saya lewat Sabas. Siapa yang tahu?" kata Om Umar.

Tidak Mendadak Tenar

Benediktus, tetangga Om Sabas menuturkan, Sabas tidak mendadak tenar. Menurut Bene - panggilan Benediktus - Om Sabas pernah mengalami masa-masa sulit dalam hidupnya. Tahun 1990-an seorang anak kandungnya meninggal di tempat, dihantam buah kelapa. Seseorang memanjat kelapa dekat rumah Om Sabas lalu menjatuhkannya ke tanah.

Tak disangka kelapa itu membentur kepala si bocah, mati di tempat. Om Sabas yang kebetulan ada di tempat panik, tetapi memaafkan pelaku. Sejak itu hidupnya kacau.

Pernah jatuh sakit, mengidap berbagai penyakit. Berobat ke mana-mana tak kunjung sembuh. Tiga tahun lalu puncak penderitaanya. "Dia sakit parah, maaf (kemaluannya) hilang, menciut ke dalam hanya tersisa sepotong kecil," kenang Bene.

Ke Rumah Sakit tak mempan. Akhirnya mereka menemukan seorang dukun di Pota, Manggarai. Dukun itu seorang muslim yang saleh. Agar kemaluan (kelamin) kembali normal, kata Bene, sang dukun meminta rambut istri Om Sabas. "Rambut dipotong yang di tengah-tengah kepala.

Rambut itu diikat pada kelamin lalu ditarik perlahan. Syukur, kelamin kembali ke posisi normal," kata Bene.
Tahun lalu mujizat datang. Di rumahnya yang sederhana, Om Sabas mendapat karunia, menemukan petunjuk untuk menyembuhkan orang sakit. "Persis di pintu rumahnya, cahaya besar menyinari dia. Sabas jatuh pingsan," tutur Bene.

Sejak itu dorongan batinnya untuk menyembuhkan orang sakit tak terbendung. Mula-mula info penyembuhan bersifat rahasia. Pasienya pun dari kalangan keluarga. Lama-lama batinnya berkecamuk agar terus menyembuhkan orang sakit. Tak tahan, Om Sabas berkonsultasi dengan pastor paroki Mukusaki, apakah boleh melayani orang sakit secara lebih luas.

Alhasil, pastor paroki mendukung asal tetap dalam koridor katolik. Sejak itu, persisnya sesudah paskah tahun ini, kabar kesaktian Om Sabas sebagai Tabib tersebar luas. Pasiennya pun datang dari mana-mana.

Di tengah mengobrol, tepat pukul 12.00 megafon dari rumah Om Sabas beri alarm. Suara seseorang segera menyusul, mengajak ribuan pasien yang mengantri berdoa. "Mari kita berdoa Angelus." Senyap seketika. Suara di ujung megafon itu segera diketahui milik Om Sabas sendiri. Lima menit kami berdoa, selesai. Pengumuman segera datang.

"Pengobatan sesi I ditutup. Sesi II mulai jam 1. Harap tertib antri. Kalau tadi enam enam orang masuk, sesi II 20 orang masuk sekalian," terang salah seorang pembantu Om Sabas yang bertugas memberi pengumuman.

Saya harap-harap cemas. Tidak mungkin saya dapat giliran hari ini. Apalagi, keterangan Antonius Woga, pasien asal Bajawa, kabupaten Ngada menyiutkan nyali saya untuk bertahan. "Sudah berapa kali datang pak?" tanya Atonius, yang mengaku sudah 5 kali datang. "Baru kali ini," jawab saya.

Dia segera melanjutkan, "oh tidak mungkin dapat hari ini, paling cepat bulan depan kalau tidak kapok ke sini."

Saya putuskan segera balik ke kampung saya. Namun, Bene yang mengaku masih sepupu Om Sabas meminta saya bertahan. Dia meminta bertahan sekurang-kurangnya hingga pukul 18.00 (6 sore), bertepatan dengan penutupan sesi II.

Paling kurang, ya, bisa mendengar pengumuman untuk pengobatan hari Jumat. Bene menuturkan, jadwal pengobatan dibagi tiga. Hari Senin untuk penyakit sebatas leher hingga kepala. Kelompok ini mencakup sakit mata (buta), telinga tuli, bisu. Hari Rabu melayani penyakit dari leher hingga pinggang.

Jenis ini biasa disebut penyakit dalam. Saya termasuk bagian ini. Sementara Jumat untuk penyakit stroke dan orang gila. Informasi ini penting, kata Bene, agar pasien tidak salah datang lalu kecewa. Misalnya, pasien gila tidak boleh datang hari senin.

Pasien bisu tidak bisa datang hari Rabu. Demikian seterusnya. Datanglah tepat hari sesuai peruntukannya.

Menurut Bene banyak orang gila sembuh. Datang dipasung, pulang lenggang kangkung dan waras. Yang bisu langsung bicara, buta melihat, lumpuh langsung berjalan, dsb.

Sayang, saya tidak sempat bertemu orang gila-orang gila itu. Maklum, mereka diterapi Jumat, saya Rabu.

"Mujizat Kecil"

Sesi II hampir usai. Terdengar pengumuman dari megafon. "Giliran terakhir dapat jatah 23 orang. Dengar nama langsung masuk. Begitu selesai kita tutup dengan doa Angelus."

Kami, termasuk saya pasang telinga. Dus, "21...22... 23 Julius Jera Rema dari Aeramo, silakan masuk!" Saya sontak menjawab, ada!

Dalam hati saya bergumam, wah, mujizat. Luar biasa saya langsung dipanggil hari ini. Syukur pada Tuhan! Meski agak heran, saya putuskan segera masuk.

Kami duduk melingkar. Air aqua botol besar masing-masing kami dikumpulkan di tengah lingkaran. Ritual pengobatan dimulai.

"Mari kita berdoa. Yang Muslim berdoa dalam hati sesuai keyakinan. Yang katolik ikut saya," ajak Om Sabas sambil menggenggam salib berwarna kuning keemasan di tangan kanannya.

Di antara kami 23 orang, terdapat seorang ibu berjilbab, tentu seorang Muslim. Om Sabas ditemani 2 pembantunya segera memulai pengobatan.

Pasien pertama, kedua, normal saja. Reaksi menarik ada pada ibu berjilbab ini. Ibu ini dapat giliran ketiga. Om Sabas menempelkan salib pada ubun-ubunnya, sama seperti pada pasien pertama dan kedua. Segera setelahnya tubuh ibu itu bergetar hebat, lalu dia menangis. Om Sabas memintanya berdiri. "Kamu sudah sembuh ibu," kata Om Sabas. "Terima kasih," sahut sang ibu.

Tiba giliran ketujuh. Pasiennya seorang anak muda. Saya makin was-was. Salib ditempelkan pada ubun-ubun. Sontak tubuhnya bergetar lalu terkulai jatuh tengadah.

Makin heboh karna tubuhnya bergelinjang melingkar-lingkar lalu berputar. Saat bersamaan, anak buah Om Sabas melakukan terapi tusuk menggunakan kaki salib ke jari-jari kaki dan tangan anak muda itu. Anak muda itu menjerit kesakitan. Satu hantaman tangan kanan Om Sabas mengenai uluhatinya, buck! "Jangan melawan, setan! Berdiri!"

Anak muda itu berdiri meraih botol aquanya, lalu keluar. Wah ngeri, saya makin gugup. Terapi diteruskan pada pasien berikut. Tampak normal-normal saja. Tiba giliran saya. Irama jantung saya berdetak makin kencang dan tak menentu. Om Sabas menempelkan salib pada ubun-ubun. Seketika saya merasa sejuk, dingin hingga ke daun telinga.

Sementara itu, pembantu Om Sabas melakukan terapi tusuk ke bagian jari kaki lalu jari tangan saya menggunakan salib. Waduh, sakitnya minta ampun! Tampak mereka sungguh -sungguh menusuk sekuat tenaga.

Tetapi, saya tidak menampakan reaksi meringis kesakitan. Jujur, saya takut kena hantam. Bisa mampus saya di situ. Itu sebabnya meski sakit, saya hanya meringis kecil. Makan waktu kurang lebih 1 menit terapi untuk saya selesai. Saya keluar.

Tak lama berselang Sesi II ditutup dengan doa Angelus dipimpim Om Sabas. Dalam perjalan pulang, keluarga saya menanyakan bagaimana rasanya setelah diobati Om Sabas. Saya jawab, baik baik saja. Hanya saya tak tahan sakit waktu ditusuk. Mereka meyakinkan saya agar Rabu depan datang lagi dan seterusnya hingga sembuh total. Saya putuskan tidak perlu lagi ke Keli Tembu.

Cukup sekali saja. Pada keluarga saya katakan, Tuhan punya cara kerja berbeda untuk masing-masing orang. Saya mungkin tidak seperti orang gila yang segera waras usai diobati Om Sabas. Atau orang lumpuh yang segera berjalan. Untuk saya yang sakit jantung dan ginjal ini mungkin perlu waktu.

Kini saya hanya perlu berdoa dan pasrah pada DIA. Pada kelurga saya tegaskan, "saya sudah bertemu Tuhan di Keli Tembu!"

Penulis adalah Pasien Om Sabas, tinggal di kampung Aeramo, Mbay, Nagekeo

komentar

Petrus Pidi Seda: Om Sebas berobat ke Tabib Muslim yg saleh. Om Sebas mengobati seorang Ibu Muslim. Indahnya, perdamaian makhluk Ilahi di bumi Nusa Bunga. Semoga Nusa Bunga menjadi panutan di bumi nusantara.

Marianus Lowa: Mujizat masih ada dan tetap ada bagi kita org percaya.Puji Tuhan.Asal kita sungguh2 percya dan menyerahkan sepenuhnya kepada Tuhan.Bagi Tuhan tdak ada yg mustahil.


Mossad Bin Sharon: Amazing! kisah yang hebat.penulis kisah ini juga habat, seperti seorang wartawan investigasi.juga seorang penulis features top,runut,padat,sesekali jenaka membuat kehebatan pak sabas berlipat lipat.ketika membaca kisah ini,sy seperti dibawah ke suasana penyembuhan pak sabas,saya ada disana.Mijizat memeng perlu diwartakan . semoga lekas sembuh pak Julius Jera Rema. salam

Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Mencari Tuhan di Keli Tembu,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda . Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Mencari Tuhan di Keli Tembu ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Mencari Tuhan di Keli Tembu sebagai sumbernya.

Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::

Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 1:52 PM
Share this post :

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Nagekeo Pos

 
Admin: Hans Obor | Mozalucky | Nagekeo Bersatu
Copyright © 2013. NAGEKEO POS - All Rights Reserved
Thanks To Creating Website Modify and Used by Nagekeo Bersatu
Proudly powered by Blogger