From World for Nagekeo
Headlines News :
Home » » Bahaya Kesenjangan Sosial

Bahaya Kesenjangan Sosial

Written By Unknown on Tuesday, October 16, 2012 | 11:35 AM

Bukan basa-basi jika masalah kesenjangan sosial diingatkan sebagai bahaya terbesar 10 tahun akan datang. Jika aset yang menyangkut hajat hidup orang banyak seperti tanah hanya dikuasai segelintir orang kaya, mayoritas rakyat yang tidak punya lahan dan hidup di bawah tindihan beban berat takkan bisa menerima kenyataan. 


Bila sektor pertanian dan industri yang menyerap banyak tenaga kerja tidak dibangun, angka kemiskinan dan pengangguran akan tetap besar. Ketimpangan pendapat yang besar akan memicu aksi anarkis yang meluluhlantakkan semua kemajuan yang sudah dibangun.

Kesenjangan sosial dipicu ketimpangan pendapatan yang dalam satu dekade terakhir kian parah. Rasio gini yang pada tahun 2002 sebesar 0,28, pada tahun 2011 sebesar 0,41. Tahun ini, rasio gini kemungkinan lebih besar lagi akibat ledakan kelas menengah atas dan golongan penduduk miskin yang masih besar. Rasio gini menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan. Semakin dekat angka nol, semakin merata tingkat pendapatan, semakin jauh dari nol semakin timpang pendapatan. Rasio gini di atas 0,5% menunjukkan tingkat ketimpangan pendapatan yang sangat parah dan membahayakan stabilitas keamanan. 

Kemajuan Indonesia dalam satu dasawarsa terakhir memang luar biasa. Produk domestik bruto (PDB) meningkat dari US$ 172, 9 miliar tahun 2002 menjadi US $850 miliar tahun 2012. PDB per kapita naik dari US$ 933 ke US$ 4.000 selama periode yang sama. Dalam lima tahun terakhir, ketika ekonomi global dilanda kelesuan, pertumbuhan ekonomi rata-rata di atas 6%. Investasi asing mengalir deras ke Indonesia. Semua indikator ekonomi Indonesia bagus. Tapi, kemajuan ekonomi ini hanya dinikmati oleh segelintir orang. Visi pembangunan --"pro-growth, pro-job, pro-poor, and pro-environment"-- yang sering dikumandangkan pemerintah belum sungguh membuahkan hasil. 

Hasil kajian Credit Suisse yang dituangkan dalam Global Wealth 2012 menyatakan, dari 155 juta orang dewasa Indonesia saat ini terdapat 104.000 orang kaya dengan total kekayaan di atas US$ 1 juta atau Rp 9 miliar. Pada saat yang sama, 82% dari 155 juta orang dewasa hidup dengan kekayaan kurang dari US$ 10.000 atau Rp 99 juta per kapita. Mereka dikategorikan miskin. Angka ini jauh lebih tinggi dari jumlah orang miskin dunia yang mencapai 69% dari orang dewasa.

Dalam lima tahun akan datang, 2017, demikian Credit Suisse, Indonesia bakal menjadi satu dari lima negara dengan laju pertumbuhan orang kaya tertinggi di dunia. Pada tahun 2017, orang kaya Indonesia bakal meningkat menjadi 207.000 atau 100%. Negara dengan pertumbuhan orang kaya tertinggi adalah Brasil (119%), Rusia (109%), Malaysia (108%), dan Polandia (105%). 

Angka kemiskinan absolut dan pengangguran terbuka di Indonesia masih cukup tinggi walau kelas menengah sudah mencapai 45 juta dan diprediksi meningkat pesat dalam sepuluh tahun akan datang. Pada tahun 2011, angka kemiskinan absolut masih sebesar 12,49% atau 30 juta. Tidak jauh beda dengan angka kemiskinan absolut tahun 1990 sebesar 15,1% atau 27,2 juta. Penganggur terbuka tahun 2011 masih 6,8% atau 8,1 juta. 

Dalam pada itu, jumlah mereka yang masuk kategori hampir miskin mencapai 27,1 juta pada tahun 2011. Total penduduk miskin dan hampir miskin pada tahun 2011 sebesar 57,1 juta. Angka setengah penganggur --yakni mereka yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu-- di atas 30 juta. Penganggur terbuka dan setengah penganggur di Indonesia lebih dari 38 juta.

Pemerintah tidak boleh menutup mata terhadap kenyataan pahit ini. Kemajuan sejumlah indikator ekonomi, pertumbuhan kelas menengah dan orang kaya yang cukup signifikan perlu kita apresiasi sebagai prestasi yang membanggakan. Namun, defisit kesejahteraan yang dialami oleh mayoritas anak bangsa patut lebih mendapatkan perhatian lewat kebijakan dan program yang langsung menyentuh akar masalah.

Pertama, land reform atau reformasi agraria jangan terus-menerus menjadi wacana. Para petani perlu segera mendapat lahan garapan minimal 5 ha bagi rakyat di luar Jawa dan minimal 2 ha untuk petani di Jawa. Hak masyarakat atas tanah ulayat perlu diakui secara nyata lewat pengembalian lahan yang selama ini disebut "tanah negara" kepada warga pendukung hak ulayat setempat. 

Kedua, sektor pertanian dan industri perlu dibangun dengan lebih serius dan sistematis. Sektor pertanian dan industri yang menyerap banyak tenaga kerja --masing-masing sebesar 43% dan 12%-- bertumbuh lebih rendah dari sektor lain. Pada tahun 2011, ketika ekonomi Indonesia melaju 6,5%, sektor pertanian hanya bertumbuh 2% dan industri 6.2%. Program hilirisasi -- yakni pembangunan industri yang mengolah hasil pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan, migas, dan pertambangan--perlu segera direalisasikan. Indonesia tidak boleh lagi mengekspor bahan mentah atau produk primer.

Minimnya industri menyebabkan jumlah angkatan kerja yang masuk sektor informal terus meningkat. Pada tahun 2011, pekerja informal sebesar 73,2 juta atau 65,7% dari total tenaga kerja Indonesia. Mereka bekerja tanpa pendapatan tetap dan berbagai jaminan sosial. Selama satu dekade terakhir, pekerja yang berada di sektor informal relatiff tidak berubah.

Ketiga, meningkatkan kualitas sumber daya pekerja Indonesia. Tingginya pekerja sektor informal terkait rendahnya tingkat pendidikan dan keterampilan. Dalam lima tahun ke depan, pendidikan minimum pekerja harus minimal SLTA. Saat ini, sekitar 55% pekerja Indonesia berpendidikan maksimal SD. Balai Latihan Kerja (BLK) perlu dibangun di setiap kecamatan untuk melatih tenaga kerja termapil sesuai kondisi ekonomi masing-maisng wilayah. 

Keempat, upaya memberantas korupsi harus lebih serius. Selama ini, sekitar 30% dana APBN untuk belanja barang dan belanja modal dikorupsi. Jika total belanja barang dan belanja modal sebesar Rp 600 triliun, uang negara yang dikorupsi sekitar Rp 200 triliun. Dana ini lebih dari cukup untuk membangun BLK, memperkuat modal Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Tenaga Kerja dan BPJS Kesehatan, dan membangun berbagai jenis infrastruktur yang selama ini masih menjadi keluhan pemodal dan masyarakat.

Kita bangga dengan tingginya pertumbuhan ekonomi, kinclongnya sejumlah indikator ekonomi makro, lonjakan pendapatan orang kaya Indonesia, dan banjir pujian dari luar negeri. Tapi, kesenjangan sosial yang semakin lebar menunjukkan pengelelolaan negeri ini kian jauh dari cita-cita proklamasi, yakni kesejahteraaan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Bukan kesejahteraan yang hanya dinikmati segelintir orang seperti saat ini. Kondisi ini akan sangat berbahaya bagi kehidupan berbangsa jika terus dibiarkan tanpa keberpihakan dan kebijakan yang tegas dari pemerintah.

Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Bahaya Kesenjangan Sosial,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda . Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Bahaya Kesenjangan Sosial ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Bahaya Kesenjangan Sosial sebagai sumbernya.

Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::

Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 11:35 AM
Share this post :

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Nagekeo Pos

 
Admin: Hans Obor | Mozalucky | Nagekeo Bersatu
Copyright © 2013. NAGEKEO POS - All Rights Reserved
Thanks To Creating Website Modify and Used by Nagekeo Bersatu
Proudly powered by Blogger