Oleh Valens Daki-Soo
Saya baru selesaikan meditasi dinihari tadi, saat azan subuh terdengar mendayu. Saya memang bukan Muslim -- saya Katolik -- namun saya sering membayangkan, betapa alam semesta ini dipenuhi aura positif saat banyak orang melantunkan doa dari kebeningan jiwa, ketulusan hati dan kepenuhan diri. Sama seperti saya berimajinasi, betapa dunia terasa teduh manakala kita semua -- dari agama dan keyakinan apa saja -- berdoa untuk keselamatan, kebaikan dan perdamaian dunia.
Hari-hari ini kita dikejutkan oleh adanya film "Innocence of Moslem" (kalau tidak salah, judulnya begitu) seperti diberitakan media massa. Film ini memancing reaksi massif dari kaum Muslim di mana-mana karena isinya menghina Nabi dan (ajaran) Islam. Saya belum nonton (dan tidak tertarik untuk nonton) film itu, namun isinya pasti amat negatif sehingga reaksi umat Muslim seperti itu.
Lantas saya teringat dosen Islamologi kami di Sekolah Tinggi Filsafat Ledalero-Flores dulu, Pastor Dr. Philipus Tule, SVD. Beliau imam Katolik yang lahir dari keluarga majemuk, orang tuanya Katolik, sebagian kerabat lainnya Muslim di Maunori, Nagekeo Flores. Pakar Islamologi yang studi di Roma dan menyabet Doktor Anthropologi di ANU Australia ini amat mempengaruhi cara berpikir dan mempengaruhi sikap kami -- para frater (calon imam Katolik) saat itu -- untuk mengapresiasi ajaran Islam. Kami diberi pengertian, pemahaman dan pengetahuan dasar tentang Islam.
Apa tujuannya? Bukan untuk mengetahui "kekuatan dan kelemahan" agama lain, tapi agar kami menghargai perbedaan dan keanekaan, mengasihi sesama dengan kultur dan keyakinan religiusnya, hidup berdampingan secara damai, lalu menularkan semangat cinta damai dan menghargai agama lain itu kepada umat Katolik (entah kami jadi pastor/romo ataupun tidak).
Sebenarnya untuk bisa saling menghargai kita tidak mesti belajar Islamologi ataupun ilmu Perbandingan Agama. (NB: Dulu saya nyaris dikirim ke McGill University, Kanada, oleh Provinsial SVD Ende P. Nani Bele untuk studi Perbandingan Agama -- kalau bukan Psikologi, tapi batal karena saya keluar dari frater! Hehehe......).
Bagi orang Kristen misalnya, untuk saling menghargai, kita cukup kembali ke ajaran dasar yang diwartakan Kristus: Cinta Kasih. Kalau kita menghargai diri sendiri, kita pun pasti menghargai sesama, apapun latar belakangnya. Orang yang menghina orang lain justru memantulkan kehinaannya sendiri. Saya yakin, pembuat film itu dan siapapun yang melakukan tindakan menghujat sesama dan agama sesamanya pasti BUKAN "manusia spiritual".
Seorang pribadi yang spiritual justru merangkul semesta ini dalam doa-doanya. Ia memancarkan semangat kasih dan damai bagi dunia di sekelilingnya -- persis yang diajarkan Islam sebagai "rahmatan lil 'alamin". Dalam ajaran Kristen, manusia adalah "imago Dei", citra Ilahi, sehingga tidak patut saling mencederai apalagi meniadakan.
Sahabat, kita di negeri ini memang berbeda dalam banyak hal, itu tak dapat diingkari. Tapi bukankah taman bunga menjadi indah mempesona karena beraneka kembang di sana?
Mari kita tetap saling menerima dan menghormati dalam "rumah bersama" kita yang besar dan indah ini: Indonesia.
Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo
Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul SALING HORMAT ITU SEJUK DAN INDAH...,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda .
Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel SALING HORMAT ITU SEJUK DAN INDAH... ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link SALING HORMAT ITU SEJUK DAN INDAH... sebagai sumbernya.
Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::
Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 3:39 PM
Post a Comment
Note :
1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM
Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi
Regards,
Nagekeo Pos