From World for Nagekeo
Headlines News :
Home » » Nagekeo: Kebijakan dan Kepentingan dari dan untuk Siapa?

Nagekeo: Kebijakan dan Kepentingan dari dan untuk Siapa?

Written By Unknown on Sunday, August 28, 2011 | 8:52 AM

Beny Daga
(Kritik kebijakan dan kepentingan birokrasi Nagekeo dari perantauan)

Oleh: Beny Daga

“Ada hantu berkeliaran di Eropa, hantu komunis” demikian manifesto komunis dari tulisan yang termasyhur seorang Frederich Angel yang diangkat dari dokumen marxisme.


Bukan membuat analogi apalagi sampai mengidentikan Nagekeo seperti eropa tetapi hal yang harus diingat adalah pada masa Marx, komunis menjadi momok menakutkan yang melahirkan revolusi hampir di semua aspek kehidupan mulai dari sosial, politik dan ekonomi sekalipun lambat laun komunis mulai kehilangan wahyunya. Sisi lain yang harus kita renungkan, Adakah “hantu” berkeliaran juga di Nagekeo?

Hal ini menjadi diskusi menarik, sebab yang berkeliaran saat ini di Nagekeo bukanlah komunis karena kita bisa amini bersama masyarakat Nagekeo adalah masyarakat religius bukan masyarakat komunis. Kemudian permenungan kita akan diantar hingga bermuara pada persolan kompleks yang dinahkodai oleh legislatif dan eksekutif yakni “hantu kebijakan dan kepentingan“, kebanyakan masyarakat masih awam persoalan kebijakan dan kepentingan demikian juga awamnya masyarakat dengan kebijakan dan kepentingan yang terjadi di Nagekeo.

Pengalaman yang luar biasa yang harus dijalani oleh Nagekeo sebagai “korban” dari sebuah produk perundang-undangan otonomi daerah adalah ketertinggalan Nagekeo dalam mengakses sebuah sistem otonomi yang benar-benar mengedepankan pemerintahan yang bersih, energik, dan berwawasan kerakyatan, bukan berwawasan kepentingan dan kebijakan yang menyimpang. Ketika kita berkaca pada pembangunan berkelanjutan yang selama ini terjadi di Nagekeo, maka kita akan menemukan aneka kejanggalan dari sisi kebijakan dan kepentingan baik yang terjadi di lembaga eksekutif lokal maupun di institusi legislatif lokal, ini sudah menjadi rahasia umum hanya saja masyarakat yang berada di Nagekeo sendiri kurang peka atau mungkin hanya bisa diam menyaksikan kejanggalan-kejanggalan yang selama ini terjadi di bumi Nagekeo.

Penyimpangan kebijakan dan terpinggirnya kepentingan seutuhnya harus menjadi tanggung jawab pemerintah daerah dan legislatif, bukan lagi menjadi beban rakyat karena bagi rakyat tidak ada alasan lain selain kembalikan tatanan pemerintahan yang berbasis kerakyatan. Sebagai sebuah contoh kita mungkin akan terperangah kalau saja kita membaca koran-koran lokal yang secara lebih dekat membahas Nagekeo dengan seabreg kejanggalan, tapi beberapa yang mungkin menjadi headline di media lokal adalah penyimpangan dana APBD dan JAMARA (jaringan aspirasi masyarakat) ini adalah tontonan yang menggelikan dari sekian tontonan lainnya yang belum terdeteksi, belum lagi santer terdengar kabar adanya “Koneksi internal“ dua lembaga dalam deal-deal proyek yang ada di daerah Nagekeo mungkin ini masih sebatas gosip.

Tetapi jika ini didiamkan bukan tidak mungkin konspirasi ini akan terus berkelanjutan dan bisa saja menjadi budaya dan warisan yang salah. Kita sebagai putera dan puteri Nagekeo memiliki hak untuk ikut mengawasi setiap kebijakan dan kepentingan yang bergulir di daerah Nagekeo sendiri.

Bagi segelintir masyrakat Nagekeo yang mengerti hukum dan sistem politik lokal mungkin akan sedikit banyak menyimpan pertanyaan menyangkut kejanggalan tersebut, namun tidak dengan masyarakat awam yang tidak terlalu banyak bahkan sama sekali tidak memahami hukum dan politik lokal akan membiarkan ini terus terjadi, karena bagi mereka suara mereka telah diwakilkan di lembaga legislatif (DPRD) tanpa mereka ketahui bahwa citra DPRD juga dipertanyakan, quo vadis? Bukan lagi semboyan Vox Populli Vox Dei yang diusung, tetapi keagungan partai politiknya yang dibesarkan. Lalu untuk siapakah DPRD bertahta? untuk rakyatkah atau untuk partai politiknya?

Inilah yang menjadi diskusi menarik yang selama ini tidak getol dibawa ke ruang publik Nagekeo untuk didiskusikan dan dikritisi. Kebanyakan masyarakat umum selalu menilai, bahwa kegagalan yang terjadi di daerah adalah kegagalan birokrasi lokal tertentu saja tetapi mereka lupa bahwa yang ikut mengatur kebijakan dan kepentingan adalah kedua lembaga yang terhormat tersebut yakni eksekutif dan legislatif lokal dan instansi terkait lainnya.

Jadi secara tidak langsung lembaga-lembaga ini juga ikut memberi kontribusi kegagalan, di sinilah kita harus mengingatkan masyarakat bahwa inilah saatnya kita bersuara untuk menyikapi kejanggalan-kejanggalan dalam proses pengambilan kebijakan dan kepentingan bukan lagi menjadi penonton yang menyaksikan kegagalan di daerah sendiri.

Jika kita coba berpikir liberal ala John Locke maka akan semakin mudah kita memahami ada begitu banyak pelanggaran yang dibuat oleh eksekutif atau legislatif lokal yang seharusnya mendapat penalti dari masayarakat Nagekeo sendiri sehubungan dengan kebijakan dan kepentingan yang salah kaprah, sebut saja pada masa itu masa liberal melalui “original compact“ kita menemui satu unsur kalimat yang berbunyi demikian : “penguasa tidak dapat menghindari pertanggung jawaban dengan argument, bahwa ia hanya bertanggung jawab pada Tuhan. Haknya untuk berkuasa diperoleh dari manusia…” dengan demikian bisa kita pahami bahwa pertanggung jawaban harus kepada rakyat. Ini adalah harga mati yang tidak saja hidup pada masa John Locke tetapi juga harus tetap bergema hingga kini di pelosok Nagekeo.

Tapi apa lacur untuk memperoleh kebijakan dan kepentingan yang murni rakyat? Teka-teki ini masih akan terus berlanjut jika kita tidak bereaksi atas situasi yang terjadi, justru Nagekeo yang masih seumur jagung sebagai kabupaten baru sudah selayaknya mendapat perhatian ekstra dari semua unsur yang ada, baik di Nagekeo maupun yang kini berada di luar Nagekeo, mulai dari pemuda, pelajar, mahasiswa, aktivis dan warga Nagekeo umumnya memiliki hak yang tidak kurang dari hak wakil rakyat yang seharusnya bekerja lebih dari rakyatnya sebagai fungsi kontrol dan penyambung lidah rakyatnya.

Pada titik ini eksistensi birokrasi lokal Nagekeo dipertanyakan oleh banyak kalangan dan hal ini sangat logis, sesuai dengan pertimbangan ratio yang mana sebagai rakyat kita memiliki naluri dan pemahaman yang benar yakni menunggu aktualisasi sikap dan strategi sosial, politik dan ekonomi  pro rakyat yang bermuara pada kebijakan dan kepentingan rakyat, sehingga kita tidak harus mengadili sepihak atas situasi yang terjadi  justru kita mengawasi dan mengawali secara bersama setiap kebijakan dan kepentingan yang seharusnya benar-benar menjadi milik rakyat seutuhnya tanpa melalui mekanisme konspirasi selayaknya sindikat kejahatan yang terorganisir!

Satu kabar lain yang juga tidak kala mengejutkan kita adalah wilayah Nagekeo memiliki potensi konflik atas hak ulayat tanah antara masyarakat pribumi dan masyarakat translok (transmigrasi lokal) yang hingga kini juga masih lamban penanganannya, hak ulayat tanah ini adalah bagian yang sangat rawan dan sensitif akan disintegrasi internal Nagekeo, ibarat bom waktu yang jika tidak segera dicari solusi tepatnya maka janganlah mengherankan kasus kepemilikaan tanah akan meledak kapan saja, disamping PAD yang masih terbilang rendah, membuat Nagekeo sebagai kabupaten baru yang masuk dalam jajaran salah satu kabupaten termiskin di Indonesia.

Kita tentu tidak ingin tinggal dalam pergumulan, dengan beragam pertanyaan selama ini percepatan pembangunan apa saja yang sudah dilakukan oleh birokrasi lokal? Karena sebagai putera dan puteri daerah, kita semua yakin bahwa Nagekeo adalah salah satu wilayah di kawasan timur Indonesia yang memiliki beragam potensi alam, kearifan lokal yang bisa meningkatkan PAD dan menunjang pendapatan masyarakat jika dikelola secara professional dan diperuntukan bagi kepentingan rakyat seutuhnya. Kabar-kabar prihatin semacam inilah yang memacu kita untuk bersuara lebih keras lagi agar birokrasi lokal bisa lebih “menggigit” dalam urusan pengembangan daerah dengan menerapkan kebijakn dan kepentingan yang paling up date dengan berbasis SDM dan SDA lokal yang mumpuni.

Mungkin ini hanyalah sekedar tulisan yang membutuhkan studi lebih lanjut terhadap kebenaran yang harus didiskusikan, agar publik Nagekeo bisa segera peka terhadap situasi yang terjadi saat ini di Nagekeo. Hubungan antara pemerintah dan warganya adalah hubungan kepercayaan dalam artian rakyat mempercayakan kekuasaan, kebijakan dan kepentingan pada pemerintahnya dan pemerintah berhak untuk mempertanggung jawabkan kebijakan dan kepentingan kepada rakyatnya. sumber: www.nttonlinenews.com

Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Bung Karno (UBK) Jakarta

Written by : Unknown ~ Berita Online Nagekeo

Anda sedang membaca sebuah artikel yang berjudul Nagekeo: Kebijakan dan Kepentingan dari dan untuk Siapa?,, Semoga artikel tersebut bermanfaat untuk Anda . Anda boleh menyebar luaskannya atau Mengcopy Paste-nya jika Artikel Nagekeo: Kebijakan dan Kepentingan dari dan untuk Siapa? ini sangat bermanfaat bagi Blog dan teman-teman Anda, Namun jangan lupa untuk Meletakkan link Nagekeo: Kebijakan dan Kepentingan dari dan untuk Siapa? sebagai sumbernya.

Join Us On: Facebook | Twitter | Google Plus :: Thank you for Visiting ! ::

Written by: Nagekeo Bersatu
NAGEKEO BERSATU, Updated at: 8:52 AM
Share this post :

Post a Comment

Note :

1. Berikan komentar Anda yang sesuai dengan isi artikel
2. Berkomentarlah dengan bijak
3. Mohon untuk tidak melakukan SPAM

Semoga Jaringan kita terus terjalin dengan saling berbagi informasi

Regards,
Nagekeo Pos

 
Admin: Hans Obor | Mozalucky | Nagekeo Bersatu
Copyright © 2013. NAGEKEO POS - All Rights Reserved
Thanks To Creating Website Modify and Used by Nagekeo Bersatu
Proudly powered by Blogger